Buku 8 Kombes Melawan Jenderal

Para Kombes Tolak Minta Maaf pada Bimantoro

VIVAnews - Setelah menjalani pemeriksaan selama beberapa hari di Markas Besar Kepolisian, tujuh komisaris besar dan satu ajun komisaris besar yang dituduh makar, menghasut dan insubordinasi akhirnya dipindahkan ke rumah tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada 30 Juli 2001. Mereka dipindahkan karena tiap hari, komentar mereka dan pengacara mereka yang berkunjung
selalu muncul di koran.

Sebelum dibawa ke Kelapa Dua, Kombes Alfons Loemau, Kombes Badaruzzaman Hidir dan AKBP Herman Koto sebenarnya dalam keadaan sakit karena beberapa hari dikumpulkan di ruang sempit ber-AC. Tekanan psikis membuat mereka terserang flu dengan mudah sehingga, sebelum diselkan di Kelapa Dua, Alfons dan Badaruzzaman sempat dirawat di RS Polri.

Dalam buku "Melawan Skenario Makar: Tragedi 8 Perwira Menengah Polri di Balik Kejatuhan Presiden Gus Dur 2001" yang ditulis Edy Budiyarso terungkap bahwa mereka awalnya satu sel dengan sejumlah tamtama dan bintara yang melakukan tindakan kriminal dan pelanggaran.

"Dalam situasi seperti itu, sampai ada bintara yang minta dipijat ke Kombes," kata Herman Koto mengenang kembali masa itu. "Loh kok mau juga Bang Nurdin Umar," ujar Herman tersenyum menyebut rekannya Kombes Nurdin Umar.

Tak sedikit kepedihan yang dirasakan 8 perwira menengah ini. Kombes Parlindungan Sinaga yang sudah 30 tahun berdinas di kepolisian sampai menulis sebuah diari yang menceritakan kekejaman yang mereka terima di dalam sel.

Menurut Edy Budiyarso yang menulis buku ini, sebenarnya perwira menengah tak layak ditahan di dalam sel. Sesuai aturan, perwira berpangkat setara kolonel ke atas hanya mengenal tahanan rumah dan tahanan kantor. "Saya sampaikan kepada teman-teman bahwa ini sudah tidak benar, sudah tidak sesuai peraturan lagi," ujar Herman Koto.

Herman Koto yang berpengalaman di hampir segala lini korps kepolisian itu mengusulkan perlawanan yakni mogok makan. Tujuh rekannya ternyata tak menyambut ide ini. "Karena yang lain tak mau, akhirnya saya mogok makan sendiri," ujar mantan Kepala Detasemen Provost Polda Riau itu.

Aksi mogok makan ini tersiar ke luar. Sejumlah media massa memberitakan. Akhirnya di hari keenam mogok makannya, para tamtama dan bintara yang sesel dengan mereka dipindahkan. Sel mereka akhirnya jadi lega. Herman pun menghentikan mogok makannya.

Mereka akhirnya bisa bebas berkumpul menentukan langkah selanjutnya. Rupanya Kapolri Surojo Bimantoro menginginkan mereka meminta maaf, jika ingin kasusnya dihentikan. "No way," kata Parlindungan Sinaga yang menjadi juru bicara mereka berdelapan. "Orang yang mau minta maaf adalah orang yang tahu kesalahannya, orang yang tidak tahu kesalahannya tidak dapat minta maaf."

Karena itu, mereka bersepakat, harus jalur pengadilan yang ditempuh. Mereka tahu, penangkapan mereka dan penempatan di tahanan sudah di luar aturan. Mereka pun berencana menggugat proses penangkapan mereka melalui gugatan praperadilan.

Alasan praperadilan adalah kepolisian tunduk pada kekuasaan peradilan umum sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000. Mereka sebelumnya dikenakan sangkaan oleh kepolisian
memberikan keterangan pers tanpa kewenangan dan delik yang disangkakan adalah pasal 126 Kitab Undang-undang Hukum Militer sehingga proses penahanan dan peradilan yang menangani adalah
peradilan militer.

Mereka juga menyertakan putusan Mahkamah Agung atas uji materiil Keputusan Presiden Nomor 49/Polri/2001. MA menyatakan kewenangan uji materiil atas Keppres itu adalah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sementara karena tak ada putusan PTUN, maka Keppres yang berisi pemberhentian Bimantoro itu dianggap sah.

Untuk menghadapi gugatan delapan perwira ini, Kepolisian dibela Adnan Buyung Nasution. Dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menyatakan tidak memiliki kewenangan mengadili perkara ini. Delapan perwira itu pun kasasi dan sampai 2010 ini, belum ada kejelasan bagaimana kasasi tersebut.

Dan sementara Keppres pemberhentian Bimantoro seharusnya terus berlaku sehingga penahanan delapan perwira ini juga seharusnya tak bisa ditahan. "Itu semua dapat terjadi karena persoalannya bukan lagi persoalan hukum melainkan persoalan politik, siapa yang menjadi penguasa saat itu," kata Irfan Melayu, pengacara 8 perwira.

Ria Ricis Bahas Soal Tidur Bertiga Anak, Netizen: Nifas Masa Iya Mau Pacaran Mulu
Buah pepaya.

7 Manfaat Luar Biasa Buah Pepaya untuk Kesehatan Tubuh, Bisa Jaga Kesehatan Kulit

Buah pepaya (Carica papaya) adalah buah tropis yang terkenal dengan rasa manisnya dan kandungan nutrisinya yang kaya, terutama bagi tubuh sehingga semakin sehat.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024