VIVAnews - Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Pluralisme, Liberalisme dan Neoliberalisme yang dikeluarkan tahun 2005 dianggap oleh Ulil Abshar-Abdalla sebagai penyebab mundurnya gerakan keberagaman. Fatwa tersebut menganggap bahwa pluralisme membahayakan akidah atau keimanan seseorang sehingga bisa melemahkan keyakinan agama yang dipeluknya.
"Ada semacam sinisme terhadap orang-orang yang mengkampanyekan ide-ide pluralisme," kata Ulil dalam launching Serikat Jurnalis untuk Keberagaman dan diskusi bertajuk Prospek Demokrasi dan Kebebasan 2010, di Jakarta Media Center, Jakarta, Kamis 21 Januari 2010.
Oleh karena itu, kata Ulil, tantangan saat ini adalah bagaimana menjadikan ide-ide tentang pluralisme dan dialog-dialog agama tidak lagi mendapat kecaman dan mendapatkan legitimasi di masyarakat.
Ulil mengaku merasa harus bersikap defensif menghadapi tekanan dan sinisme karena menjadi aktivis yang kerap mengusung ide pluralisme. Padahal sebelum reformasi ada kebanggaan dari kalangan aktifis yang mempromosikan ide pluralisme ini.
"Pluralisme dan kerukunan antarumat beragama saat itu dianggap sebagai ide yang maju, modern. Namun setelah muncul fatwa MuI itu, membuat kita para aktivis yang mengkampanyekan ide pluralisme ini jadi punya ketakutan bicara. Tekananannya hebat," kata Ulil yang mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Nahdlatul Ulama itu.
Bicara pluralisme akan langsung dicap sesat, kafir, dan lain sebagainya. Pluralisme atau paham yang menghargai keberagaman seolah dianggap haram. Menurut Ulil, situasi defensif ini tidak sehat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi dalam ranah demokrasi, di mana kebebasan berpendapat dan kerukunan di masyarakat sangatlah penting, tekanan semacam ini tentu berbahaya.
Oleh Karena itu, situasi yang penuh tekanan tersebut perlu diantisipasi. "Yaitu dengan cara mengangkat kembali reputasi mengenai ide pluralisme ini di masyarakat," kata Ulil.
Tokoh-tokoh modern pluralisme, misalnya seperti Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid, menurut Ulil mesti mendapat legitimasi di masyarakat. Dengan demikian ada semacam pengakuan bagi siapapun bahwa pluralisme juga merupakan warisan budaya Indonesia karena tokoh bangsa pun mengajarkannya.
VIVA.co.id
6 Mei 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Kakek 73 Tahun di Garut Ditemukan Tewas Mengenaskan, Kepala Hancur dan Usus Terurai
Kriminal
6 Mei 2024
Polisi memastikan bahwa kakek berusia 73 tahun bernama Alek tersebut adalah korban pembunuhan. Saat ini kasusnya tengah diselidiki.
Taruna STIP bernama Putu Satria Ananta tewas karena dianiaya seniornya. Pelaku sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Bos Tembaga di Boyolali, Jawa Tengah, bernama Bayu Handono (36), tewas dibunuh. Kejadian ini baru terkuak setelah ada yang mencari korban ke kediamannya.
Polisi mengungkap motif penganiayaan terhadap Putu Satria Ananta Rustika (19), mahasiswa di Sekolah Ilmu Tinggi Pelayaran (STIP) Jakarta, hingga tewas dianiaya seniornya.
Seorang pemuda di Cianjur, Jawa Barat, membuat geger warga setempat setelah mengetahui ternyata wanita yang dia nikahi pada 12 April 2024 lalu, adalah laki-laki tulen.
Selengkapnya
Partner
Banyak aplikasi penghasil uang yang dapat diakses melalui smartphone Anda saat ini. Selain itu, aplikasi-aplikasi ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan saldo DANA gra
Chai Supakit Welasmongkonchai yang akrab di sapa dengan Chi, adalah aktor Thailand kembaran dari Seng Supachkok Welasmokonchai. Tahun 2021 adalah merupakan tahun awal mul
Di kamar kos, hanya ada dua orang, yaitu korban dan AA. AA juga menyetubuhi korban satu kali. Korban sempat sadar, namun tubuhnya tidak berdaya melawan nafsu bejat AA.
Pabrik Sepatu BATA di Purwakarta Tutup dan PHK Massal Karyawannya, Begini Penyebabnya
Siap
25 menit lalu
Viral di media sosial video yang memperlihatkan karyawan pabrik sepatu BATA di Purwakarta terkena PHK. Diketahui pabrik sepatu BATA di Purwakarta harus menutup pabrikny
Selengkapnya
Isu Terkini