Yasonna: RKUHP Ditunda untuk Klarifikasi Pasal Penghinaan Presiden

Yasonna Laoly
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVAnews - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, mengklaim penundaan pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dilakukan untuk mengklarifikasi sejumlah poin yang krusial. Salah satu poin krusial itu terkait pasal penghinaan presiden.

Perintah Kepala BNN ke Anak Buah saat Kerja Cegah dan Berantas Narkoba

"Pertama tentang penghinaan presiden Pasal 218 ini adalah merupakan delik aduan, nanti akan kami bagikan supaya jangan salah lagi. Memang kita udah sepakat bahwa presiden mengatakan bahwa tunda dulu untuk klarifikasi. Nanti pada next kita bahas," kata Yasonna di kantornya di Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat 20 September 2019.

Yasonna menjelaskan pasal ini merupakan delik aduan, yang mana seorang bisa dipidana itu bila dia diadukan langsung oleh presiden dan atau wakil presiden secara tertulis kepada penegak hukum. Yasonna menegaskan pasal ini juga berlaku bukan untuk mengkritik presiden secara jabatan melainkan pribadi.

Pj Gubernur Kaltim Dikukuhkan menjadi Profesor Kehormatan Unissula Semarang

"Bukan penghinaan istilahnya adalah merendahkan martabat presiden dan wapres personally. Yang pada dasarnya penghinaan penyerangan nama baik atau harga diri presiden atau harga diri wakil presiden di muka umum termasuk menista dengan surat, memfitnah dan menghina dengan tujuan memfitnah," kata Yasonna.

Menurut Yasonna, perumusan pasal tersebut sudah mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi. Diketahui, MK pada 2006 silam membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden.

Komisaris HAM PBB Kecam Perihal Hukum yang Mewajibkan Hijab di Iran

Hakim MK waktu itu memandang pasal tersebut bisa menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

"Penyerangan harkat martabat terhadap wakil negara sahabat juga sama. Dan ini sudah mempertimbangkan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pasal ini yang sebelumnya sudah djbatalkan. Jangan dikatakan bahwa membungkam kebebasan pers, membungkam ini ya," kata Yasonna.

Selain pasal 218, terdapat pasal lain terkait penghinaan yakni pasal 241, 247, dan pasal 354 RKUHP. Yasonna menyebutkan pasal itu adalah delik materiil yang mana pelakunya dapat dipidana bila tindakannya menyebabkan terjadi huru-hara atau kerusuhan di tengah masyarakat.

"Jadi kita hendak mengatur ketentuan ini secermat mungkin. Itu mengenai penghinaan terhadap presiden dan wapres," kata Yasonna.

Selain itu, Yasonna menambahkan soal pasal pembiaran unggas. Di RKUHP disebutkan bahwa setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Menurut Yasonna, perubahan ihwal hukuman pidana di pasal ini lebih ringan dibanding dengan KUHP lama. Dia juga menjelaskan bahwa soal unggas ini diatur lantaran masih banyak masyarakat yang tinggal di desa.

"Masyarakat kita banyak yang agraris di mana banyak petani, banyak masyarakat yang membibitkan apa namannya, nyawah dan lain-lain, ada orang usil dia tidak pidana badan, dia hanya denda dan itu ada KUHP dan di KUHP lebih berat sanksinya. Nah, kita buat lebih rendah. Jadi jangan dikatakan mengkriminalisasi," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk menunda pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPR.

"Saya telah perintahkan Menkumham untuk sampaikan sikap ini kepada DPR yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda. Dan, pengesahan tidak dilakukan oleh DPR periode ini," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 20 September 2019.

Jokowi menyatakan sikapnya ini setelah mencermati masukan dari kalangan yang keberatan. Jokowi lalu meminta pembahasan RKUHP dilanjutkan anggota DPR periode 2019-2024. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya