Mahasiswa Astronomi Koreksi Mitos Raksasa Hijau Pemakan Matahari

Gerhana Matahari hasil pengamatan melalui teleskop oleh sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim di Malang, Jawa Timur, pada Kamis, 26 Desember 2019.
Sumber :
  • VIVAnews/Lucky Aditya

VIVA – Ratusan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim di Malang, Jawa Timur, beserta alumni dan dosen melakukan salat kusuf atau salat gerhana Matahari cincin sebelum melihat fenomena alam itu pada Kamis, 26 Desember 2019.

Diklaim Presisi dalam Pengamatan Hilal, Maroko Sebut 1 Ramadhan 2024 Jatuh pada 12 Maret

Kegiatan diawali dengan salat kusuf, kemudian dilanjutkan ceramah oleh ustaz. Setelah itu, barulah jemaah dan mahasiswa yang hadir mengamati gerhana Matahari menggunakan teropong bintang celestron secara bergantian.

"Gerhana bulan di sini bisa dilihat hingga 64 persen saja," kata Rusli, dosen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Malang.

Ngeri, Ilmuwan Diajak Berenang dengan Ular Raksasa

Kegiatan ini dilakukan oleh Ulul Albab Astronomi Klub UIN Malang agar mahasiswa dan alumni hingga dosen mengetahui secara pasti proses gerhana Matahari. Pada era milenial, kata Rusli, keberadaan sains sangat dibutuhkan untuk meluruskan mitos-mitos kuno.

Berdasarka mitos kuno, gerhana Matahari menjadi petanda bahwa Buto Ijo alias raksasa hijau bakal keluar dari tempat persembunyian. Bahkan, seorang wanita hamil dilarang bepergian dari rumah. Ada pula mitos bahwa saat gerhana Matahari sebaiknya bersembunyi di bawah kolong tempat tidur demi menghindari Buto Ijo.

Pemerintah Kaji Giant Sea Wall Masuk Jadi Proyek Strategis Nasional

"Mitos gerhana Matahari, mungkin dulu dimakan Buto Ijo, bisa jadi mungkin karena belum melek sains dan teknologi, tapi sekarang sudah luas. Manusia berevolusi dari yang mistis ke saintis. Meluruskan bahwa mungkin mitos bisa jadi kearifan lokal tidak ada salahnya tapi kita sebagai manusia yang hidup di zaman milenial eman-eman (sayang) kalau sembunyi di kolong tempat tidur," ujar Rusli.

UIN Malang menyediakan 2 teropong bintang calestron dan 10 kacamata gerhana Matahari yang bisa digunakan warga untuk melihat fenomena alam yang terjadi sekali dalam sepuluh tahun itu. Aktivitas pemantauan selain berguna bagi ilmu pengetahuan, juga sebagai rasa syukur kepada pencipta alam semesta.

"Ini fenomena alam ini wujud syukur kita kepada Allah. Kemudian salat gerhana Matahari ada landasan dari Rasullah (Muhammad): kalau ada gerhana untuk melakukan salat dan ceramah. Sunah Rasul ada tuntutan dari Islam," kata Rusli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya