Kronologi OTT KPK Ciduk Komisioner KPU Wahyu Setiawan

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum) Wahyu Setiawan dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih tahun 2019-2024. Tiga orang tersebut, salah satunya, yakni Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga orang kepercayaan Wahyu.

Bocoran Hasil Pertemuan Jokowi dengan Prabowo-Gibran di Istana

Dua tersangka lain yaitu caleg PDIP Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, Harun Masiku, dan kader PDIP, Saeful. 

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli, membeberkan konstruksi perkara tersebut. Menurut dia, pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU No 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. 

PKS Komitmen Bangun Indonesia bersama NasDem dan PKB hingga Sakaratul Maut

Pengajuan gugatan materi ini, kata dia, berkaitan dengan meninggalnya caleg terpilih PDIP dari Sumsel I, Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

"Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA kemudian menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu," kata Lili dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Januari 2020.

Alasan PDIP Absen saat Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Caleg PDIP Dapil Sumsel 1, Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut. Namun, tanggal 31 Agustus 2019, KPU justru menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Almarhum Nazarudin Kiemas.

"Dua pekan kemudian atau tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg," jelas Lili.

Saeful kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina serta melakukan lobi-lobi untuk mengabulkan Harun Masiku sebagai Pergatian Antar Waktu (PAW).

"Selanjutnya, ATF (?Agustiani Tio Fridelina) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful), kepada WSE (Wahyu Setiawan) untuk membantu proses penetapan HAR (Harun Masiku) dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas 'Siap, mainkan!'," kata Lili. 

Untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI dengan PAW, Komisioner KPU RI ?Wahyu Setiawan minta dana operasional Rp900 Juta.

Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian, yaitu Pertengahan Desember 2019. Salah satu sumber dana memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, Doni dan Saeful.

"WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan pada akhir Desember 2019. Kemudian HAR memberikan uang pada SAE sebesar Rp850 juta melalui salah? seorang staf di DPP PDIP," kata Lili.

Saeful kemudian memberikan uang Rp150 Juta pada Doni, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta ke Agustiani, dan Rp 250 Juta untuk operasional. 

Dari Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk Wahyu Setiawan. Waktu operasi tangkap tangan, uang itu masih disimpan oleh Agustiani. 

"Pada Selasa, 7 Januari 2020 berdasar hasil rapat Pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan HAR (Harun Masiku) sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal," kata Lili.

Setelah gagal di rapat pleno KPU, Wahyu Setiawan lalu menghubungi Doni dan menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan agar Harun Masiku jadi PAW.

Pada Rabu, 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani. Setelah hal ini terjadi, tim KPK melakukan OTT. "Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang RP400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani dalam bentuk Dollar Singapura," imbuh Lili. (ren)


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya