KPK Ajukan PK, Kuasa Hukum Syafruddin Sebut Inkonstitusional

Syafruddin Arsyad Temenggung saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok A

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung yang telah membebaskan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

Hakim Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Kode Etik Meski Punya Jabatan di Asosiasi Pengajar HTN

Kuasa Hukum Syafruddin, Hasbullah, menilai langkah tersebut inkonstitusional alias perbuatan melanggar undang-undang. Alasannya, kata dia, KPK sebagai lembaga negara tidak menghormati putusan MA, dalam hal penyebutan terdakwa.

"Pak Syafruddin ini kan bukan lagi seorang terdakwa karena dia telah dipulihkan haknya sejak putusan kasasi," kata Hasbullah kepada wartawan, Jumat, 17 Januari 2020.

KPK Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli Rutan

Selain itu, lanjut Hasbullah, KPK juga dia nilai tidak menjalankan putusan MK yang telah memberikan tafsir konstitutional terkait dengan siapa yang berhak mengajukan upaya PK. Menurutnya, MK telah memperkuat ketetapan tentang pengajuan PK, di mana yang boleh mengajukan PK hanyalah terpidana.

"Tidak menghormati keputusan MK dalam hal KPK itu tidak boleh mengajukan PK yang disebut inkonstitusional dalam MK. MK mengatakan yang boleh mengajukan PK hanyalah terpidana, harus dibaca secara limitatif pasal 263, tapi Jaksa KPK mengajukan PK ini yang disebut inskontitusional dan melanggar hukum SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 4 Tahun 2014 dilanggar," katanya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Gugat Dewas ke PTUN, Sebut Kasusnya Expired

Hasbullah mengatakan Surat Edaran Mahkamah Agung itu dengan tegas mengatur bahwa jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sebab filosofinya, PK adalah suatu upaya hukum luar biasa untuk melindungi hak-hak warga negara yang dizalimi negara melalui putusan hakim.

"Pertanyaannya (dalam kasus) ini negara melawan negara. KPK melawan putusan hakim sebagai negara," kata Hasbullah.

Hasbullah juga menyatakan bahwa langkah KPK itu bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945 terkait dengan jaminan kepastian hukum. Meski demikian, dia mengaku bisa menerima keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang tetap melanjutkan sidang PK yang diajukan oleh KPK tersebut.

"Dari awal majelis hakim memutuskan ini dilanjutkan karena mengikuti prosedur dari PK," katanya.

Sebelumnya, majelis hakim kasasi MA mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin. Dalam amar putusannya yang dibacakan pada 9 Juli 2019, Majelis Hakim Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya