Anggota DPR: Kejagung Harus Adil soal Dugaan Penyelundupan Tekstil

VIVA – Komisi III DPR meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan kasus penyelundupan 27 kontainer tekstil ilegal. Anggota Komisi bidang Hukum, Arteria Dahlan mengatakan Kejagung bisa adil dan obyektif mengusut dugaan kasus ini sampai tuntas.

Februari-Maret 2024, Satgas PASTI Blokir 537 Pinjol Ilegal

Teri, panggilan akrab Arteria mengatakan Jaksa Agung Burhanuddin agar serius dalam dugaan kasus ini. Ia menduga kasus penyelundupan itu dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan kemungkinan berulang-ulang.

“Saya minta Jaksa Agung berikan atensi, memperlihatkan keseriusan, dan mengusut tuntas kasus penyelundupan 27 kontainer tekstil ilegal. Kasus tersebut diduga melibatkan para pejabat yang berkompeten dan memiliki kewenangan pemeriksaan bea masuk,” ujar Arteria di kompleks parlemen, Jakarta seperti dalam keterangannya yang dikutip Kamis, 2 April 2020.

Pembangkangan Terhadap UU Telekomunikasi, Pengusaha Ilegal Ini Diancam Hukuman Pidana

Dia menyebut dari informasi yang diterima Komisi III DPR, kasus tersebut sudah disidik dan dilimpahkan penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan ke Kejagung. 

“Jaksa Agung harus melakukan penegakan hukum yang adil, berkepastian dan obyektif, sekaligus mengungkap aktor intelektual. Kasus ini hanya salah satu dari banyaknya peristiwa penyelundupan yang dilakukan oleh mafia tekstil," sebut politikus PDIP itu.

Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi

Kemudian, Arteria bilang ada dugaan modus memanipulasi dokumen impor yang dipraktikan dalam penyelundupan tersebut. Ia bilang penyelundupan itu menggunakan dua perusahaan yang diduga memanipulasi dokumen sertifikat asal barang dalam dokumen bill of lading.

Dengan modus itu, terkesan 27 kontainer tekstil ilegal seolah-olah berasal dari Shanti Park, Mira Road, India. Dalam dokumen pengiriman kapal pengangkut, sebanyak 27 kontainer tekstil itu juga dikesankan berasal dari pelabuhan Nhava Sheva, India.

“Sejatinya, sebanyak 27 kontainer tekstil ilegal itu berasal dari China dan diangkut melalui pelabuhan muat di Hong Kong. Perbuatan ini dimaksudkan untuk memanfaatkan aturan atau kebijakan bea safeguard yang diberikan kepada India, sebagai salah satu negara yang mendapatkan fasilitas tersebut,” jelas Arteria.

Lalu, dalam kasus ini diduga ada manipulasi dokumen manifest pengiriman terkait penyebutan jenis kain dalam kontainer. Misalnya dalam dokumen ada kontainer berisi kain poliester. Padahal, di dalam kontainer berisi kain brokat, sutera, dan satin yang punya harga jauh lebih mahal dari kain poliester.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi menegaskan pihaknya tak terlibat dalam dugaan kasus ini. Ia menegaskan kinerja Bea Cuka hingga September 2019 cukup moncer.

Kata dia, pihaknya dalam kurun waktu itu sudah menindak 406 penyelundupan tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan nilai barang hasil penindakan (BHP) sebesar Rp138,11 miliar.

Namun, ia juga tak menampik bila ada dugaan kasus penyelundupan TPT di tahun ini. Modus penyelundupan TPT seperti model penyelundupan barang lain. “Bisa jenisnya dikaburkan atau jumlahnya dikelabui,” kata Heru saat dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin.

Lalu, Heru menambahkan, penindakan yang dilakukan Ditjen Bea Cukai terhadap pelaku penyelundupan bisa berbentuk fiskal. Kemudian, diteruskan ke pengadilan hingga rekomendasi pencabutan izin usaha. 

“Misalnya, dia kena denda, bayar, nanti izinnya juga bisa dicabut. Kedua, kami akan cek administrasi pajaknya, terutama SPT. Dari investigasi lanjutan tidak taat pajak, akan kami blokir,” ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya