ICW Anggap Koruptor Masih Dihukum Ringan di Indonesia

Ilustrasi sidang kasus korupsi e-KTP
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bayu Nugraha

VIVA – Sanksi atau hukuman terhadap pelaku korupsi dianggap belum memberikan efek jera hingga kini karena para koruptor dihukum ringan. Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2019, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan terhadap koruptor hanya 2 tahun 7 bulan pidana penjara. 

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Bahkan, ada 54 terdakwa korupsi yang divonis bebas dan lepas oleh pengadilan, termasuk mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang menjadi terdakwa perkara korupsi SKL BLBI dan Sofyan Basir mantan Dirut PT PLN yang menjadi terdakwa terkait suap proyek PLTU Riau-1. 

"Jika putusan Pengadilan masih menghukum ringan pelaku korupsi maka sudah barang tentu pemberian efek jera tak pernah akan terealisasi dengan baik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada pers, Senin, 20 April 2020. 

Biaya Ultah Cucu SYL Minta Di-reimburse Kementan, Pegawai Menolak Terancam Dimutasi

ICW mengkategorikan hukuman 0 hingga empat tahun sebagai vonis ringan, lebih dari 4 tahun hingga 10 tahun vonis sedang dan hukuman lebih dari 10 tahun sebagai vonis berat.

Sesuai pemantauan ICW, sepanjang 2019 terdapat 1.019 perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan seluruh tingkatan dengan 1.125 terdakwa. Dari jumlah itu sebanyak 842 terdakwa korupsi divonis ringan oleh Pengadilan di berbagai tingkatan atau 82,2 persen dari seluruh terdakwa yang disidangkan. 

Jaksa Sebut SYL Bayar Tagihan Kartu Kredit Ratusan Juta Pakai Uang Hasil Korupsi di Kementan

Angka ini, ujar Kurnia, cukup meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 79 persen. Hanya sekitar 173 terdakwa yang divonis sedang atau 16,9 persen dan sembilan terdakwa yang divonis berat atau hanya 0,8 persen dari seluruh terdakwa. Bahkan, kata Kurnia, terdapat 41 terdakwa yang divonis bebas dan 13 terdakwa yang divonis lepas.

"Tren vonis pengadilan tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2019 belum menunjukkan keberpihakan sepenuhnya pada sektor pemberantasan korupsi. Hal ini dikarenakan dalam temuan ICW rata-rata vonis terhadap terdakwa korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara saja," ujarnya.

Rata-rata vonis yang dijatuhkan Pengadilan lebih rendah dari rata-rata tuntutan yang disampaikan Penuntut baik dari Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rata-rata tuntutan Kejaksaan 3 tahun 4 bulan penjara, sementara dari tuntutan Jaksa KPK selama 5 tahun 2 bulan.

Lebih lanjut Kurnia mengatakan, tuntutan dari Kejaksaan, dari total 911 terdakwa sebanyak 604 dituntut ringan, 276 sedang, dan 13 berat. 

Sementara KPK menuntut 197 terdakwa, dengan 51 terdakwa dituntut ringan, 72 sedang, dan 6 berat. Sedangkan untuk putusan, kasus yang ditangani Kejaksaan rata-rata divonis 2 tahun 5 bulan penjara. Sedangkan perkara korupsi yang ditangani KPK rata-rata divonis 4 tahun 1 bulan penjara.

"Lalu untuk vonis ringan, ketika penuntutnya adalah KPK sebanyak 63 terdakwa dan Kejaksaan sendiri sejumlah 722 terdakwa. Vonis yang dikategorikan berat untuk KPK sendiri sebanyak dua terdakwa dan Kejaksaan 5 terdakwa," kata Kurnia.

ICW meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) yang baru terpilih, Muhammad Syarifuddin, menyoroti secara khusus tren vonis yang masih ringan terhadap pelaku korupsi. Hal ini dapat dilakukan MA dengan menyusun dan merealisasikan pedoman pemidanaan.

ICW juga meminta MA selektif dalam menilai kelayakan bukti terkait Peninjauan Kembali (PK) yang saat ini marak dilakukan terpidana korupsi. Sepanjang tahun 2019, MA setidaknya telah mengurangi hukuman enam terpidana kasus korupsi mulai dari pengurangan hukuman penjara, ataupun penghapusan uang pengganti. 

"Jangan sampai justru PK dijadikan kesempatan bagi terpidana korupsi untuk lolos dari jerat hukum tanpa didasarkan persyaratan yang jelas," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya