Jokowi Diminta Jelaskan Kekebalan Hukum dalam Perppu Corona di MK

VIVA – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR untuk hadir pada sidang pleno uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di Mahkamah Konstitusi (MK).

PSI Ajukan 10 Gugatan Hasil Pileg, MK Pastikan Anwar Usman Tak Ikut Tangani

Sidang dengan agenda mendengar penjelasan DPR dan pendapat Presiden itu rencana digelar pada Rabu besok, 20 Mei 2020.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyatakan selaku rakyat yang mengajukan uji materi Perppu tersebut, pihaknya meminta Jokowi dan DPR tidak mangkir dari panggilan persidangan MK.

MK Gelar Sidang Sengketa Pileg 2024 Pekan Depan, Total Ada 297 Perkara

MAKI meminta Jokowi dan DPR menjelaskan dalam persidangan MK mengenai berlakunya Perppu Corona, terutama terkait Pasal 27 yang dinilai telah memberikan kekebalan hukum atau imunitas bagi pejabat keuangan yang melaksanakan Perppu.

"Kami selaku rakyat meminta DPR dan Presiden harus hadir dalam persidangan dan tidak boleh mangkir serta harus sudah mempersiapkan materi penjelasan atas berlakunya Perppu Corona. Kami selaku rakyat harus diberi penjelasan apa dan kenapa harus ada Perppu Corona yang didalamnya terdapat kekebalan absolut bagi pejabat keuangan dalam Pasal 27 (Perppu)," kata Boyamin kepada awak media, Senin, 18 Mei 2020.

JK Sebut Golkar Partai Terbuka, Tak Masalah Jika Jokowi-Gibran Gabung

MAKI mengingatkan Jokowi untuk hadir secara langsung di persidangan. Kalaupun tidak dapat hadir, Presiden diminta tidak diwakili oleh pejabat eselon II dan III.

Selain pejabat eselon II dan III bukan pengambil keputusan, surat panggilan yang disampaikan MK ditujukan ke Presiden. Dengan begitu, kalaupun Jokowi tak bisa menghadiri persidangan, sedianya diwakili oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dan Menteri Kuangan Sri Mulyani.

"Jika Presiden tidak bisa hadir maka setidaknya harus diwakili oleh Menkumham dan Menkeu untuk memberikan penjelasan atas berlakunya Perppu Corona. Kami berharap Presiden tidak diwakili oleh pejabat eselon II atau III karena bukan pengambil kebijakan karena nanti dapat dipastikan tidak mampu memberikan penjelasan secara logis dan ilmiah," kata Boyamin.

MAKI sebagai pihak penggugat, ungkap Boyamin telah siap menghadapi sidang uji materi Perppu di MK. Setidaknya telah menyiapkan empat orang saksi ahli hukum dan dua orang ahli ekonomi keuangan.

Boyamin menegaskan, pihaknya tak menentang berlakunya Perppu Corona. Namun, Ia menentang kekebalan hukum pejabat sebagaimana tertuang dalam pasal 27 Perppu Corona.

"Kami hanya ingin pejabat hati-hati , teliti dan tidak korupsi dalam menjalankan amanah dengan bentuk dibatalkannya kekebalan pejabat yang tertuang dalam pasal 27 Perppu. Dengan adanya kekebalan absolut maka dikhawatirkan pejabat akan sembrono dan ceroboh. Ibarat naik kendaraan di jalan, ketika ada rambu-rambu nyatanya masih banyak orang ceroboh sehingga  kecelakaan, apalagi jika tidak ada rambu-rambu maka dapat dipastikan akan terjadi kekacauan," imbuhnya.  

Seperti diketahui, MAKI kembali mengajukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 27 dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang disebut memberikan imunitas atau kekebalan hukum luar biasa kepada aparat pemerintah dalam menggunakan uang negara.

Adapun pasal yang digugat ke MK, Pasal 27 ayat 1 berbunyi 'Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara'.

(Ayat 2) berbunyi 'Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan'.

Ayat 3 berbunyi 'Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara'.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya