Lepaskan Pejabat UNJ, Deputi Penindakan KPK Dilaporkan ke Dewas

Deputi Penindakan KPK, Karyoto, saat masih menjabat sebagai Wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber :
  • Jogja.polri.go.id

VIVA – Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) megklaim telah melaporkan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Karyoto ke Dewan Pengawas KPK. MAKI menduga Karyoto telah melanggar etik terkait operasi tangkap tangan (OTT) pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 20 Mei 2020 lalu.

"Pada Selasa tanggal 26 Mei 2020 Masyarakat Antikorupsi Indonesia, via email menyampaikan surat kepada Dewan Pengawas KPK berupa laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Karyoto selaku Deputi Bidang Penindakan KPK dalam memberikan release kegiatan tangkap tangan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 20 Mei 2020," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada awak media, Rabu 27 Mei 2020.

Boyamin merincikan sejumlah dugaan pelanggaran etik Karyoto terkait kegiatan OTT pejabat UNJ. Boyamin menduga, OTT tersebut dilakukan KPK tanpa perencanaan matang dan tidak detail mulai dari penerimaan pengaduan masyarakat sampai keputusan untuk melakukan operasi Tangkap Tangan.

Hal itu, lanjut Boyamin, setidaknya tercermin dari langkah KPK melimpahkan kasus ini ke kepolisian dengan alasan tidak ada unsur penyelenggara negara yang terlibat. Padahal KPK seharusnya sudah mengetahui modus dan pihak penyelenggara negara yang terlibat jika OTT dilakukan secara matang dan rinci.

"Semestinya sebelum melakukan kegiatan tangkap tangan sudah dipastikan apa modusnya apakah suap atau gratifikasi dan siapa Penyelenggara Negaranya sehingga ketika sudah dilakukan giat Tangkap Tangan tidak mungkin tidak ditemukan Penyelenggara Negaranya," kata Boyamin.

Boyamin menduga OTT tersebut tidak melibatkan Jaksa yang bertugas di KPK. Menurutnya, jika melibatkan Jaksa, OTT tersebut tidak akan gagal karena sudah punya perencanaan yang matang.

Boyamin menekankan, setiap perencanaan dan pelaksanaan penanganan perkara termasuk OTT semestinya melibatkan Jaksa sebagai pengendali penanganan perkara untuk memastikan materi substansi peristiwa, kapan eksekusi penangkapan dan penahanan, kewenangan para pihak, serta analisis. 

Tak hanya itu, Boyamin menduga OTT pejabat UNJ juga dilakukan dengan tidak tertib dan tidak lengkap administrasi Penyelidikan sebagaimana ditentukan SOP dan KUHAP terkait pengamanan sesorang atau penangkapan serta permintaan keterangan para pihak. Prosedur standar tangkap tangan adalah dilakukan penyadapan terhadap pihak-pihak terkait.

Boyamin meyakini penyadapan terkait OTT itu tanpa izin Dewas, atau jika tidak dilakukannya penyadapan maka telah melanggar SOP KPK.

"Semestinya jika Giat Tangkap Tangan ini bagus dengan segala administrasnya maka potensi gagal adalah kecil," ujarnya.

Bukan hanya soal kegiatan tangkap tangannya, MAKI juga melaporkan Karyoto terkait keterangan pers yang disampaikannya soal OTT tersebut.

Boyamin menduga, rilis itu atas inisiatif Karyoto sendiri. Padahal, arahan dan evaluasi Dewan Pengawas KPK menyatakan hanya Juru Bicara dan Pimpinan KPK yang diperkenankan memberikan pernyataan kepada media terkait penanganan suatu perkara. Selain itu, dalam keterangan pers tersebut, Karyoto juga menyebut nama lengkap atau tanpa inisial pihak-pihak yang diamankan dan diperiksa KPK.

Menurut Boyamin nama-nama pihak seharusnya menggunakan inisial demi azas praduga tidak bersalah.

"Selama ini rilis atau konferensi pers KPK atas kegiatan tangkap tangan ( OTT ) selalu dengan penyebutan inisial untuk nama-nama yang terkait dengan OTT," kata Boyamin.

Boyamin juga menduga Karyoto menyampaikan hal yang tidak benar dalam keterangan pers yang disampaikannya. Terutama dalam narasi pembukaan rilis yang menyatakan, 'merespon pertanyaan rekan-rekan wartawan soal informasi adanya kegiatan OTT, dapat kami jelaskan sbb'.

"Hal ini diduga tidak benar karena informasi OTT tidak bocor sehingga tidak ada wartawan yang menanyakan kabar OTT dan diduga OTT diberitahukan  oleh Karyoto kepada wartawan dalam bentuk rilis," ujar Boyamin.

Boyamin mengaku pihaknya membatasi diri tidak memasuki pokok perkara. Boyamin menyerahkan kepada Dewas KPK untuk menindaklanjuti laporannya tersebut.

"Selanjutnya menyerahkan sepenuhnya kepada Dewas KPK untuk menindaklanjuti laporan ini sesuai ketentuan yang berlaku," imbuhnya.

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tersangka Korupsi, Pj Gubernur Jatim: Kita Serahkan Proses Hukum
Istimewa

Dua 'Bos' Pungli Rutan KPK Minta Maaf Usai Dijatuhi Sanksi Etik Dewas KPK

Dewas KPK telah menjatuhi sanksi etik kepada dua 'bos' pemungutan liar (pungli) di Rutan KPK berupa permintaan maaf secara langsung. Hari ini, KPK pun mengeksekusi sanksi

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024