Pemulihan Ekonomi Harus Dibarengi dengan Protokol Kesehatan yang Ketat

Ilustrasi para pelaku usaha UMKM.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

VIVA – Dampak sosial, ekonomi, hingga kesehatan sangat dirasakan akibat pandemi COVID-19. Pemerintah didorong untuk membuat berbagai opsi kebijakan strategis yang dapat menjalankan roda ekonomi berjalan beriringan dengan penerapan kesehatan.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ketua Umum Perempuan Jenggala, Vicky Kartiwa, dalam webinar bertema 'Ekonomi VS Kesehatan Era New Normal?' menyebut, pemulihan ekonomi di era new normal harus segera dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. 

"Dunia usaha harus terus hidup dengan membuat pola baru pada era new normal. Catatannya, tetap mengikuti protokoler kesehatan," kata Vicky kepada wartawan, Kamis, 9 Juli 2020.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Baca juga: Sri Mulyani Prediksi Ekonomi RI Tumbuh Minus pada Semester I-2020

Senada dengan Vicky, Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani mengatakan, ekonomi dan kesehatan harus berjalan beriringan. Sebab jika hanya berat pada dari sisi kesehatan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan menambah pengangguran dan menjadi beban lebih berat pemerintah. 

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Banyaknya yang dirumahkan atau yang di PHK, untuk mereka akan di-rehired (dipekerjakan) kembali mungkin enggak semuanya dalam keadaan new normal ini. Itu yang perlu diperhatikan juga," jelasnya. 

Dari sisi kesehatan, Praktisi Kesehatan yang juga Ketua Unit Donor Darah PMI, Dokter Linda Lukitari W menjelaskan, bahwa di era new normal, semua aktivitas manusia harus berubah terutama dalam pemeliharaan kesehatan. 

"Masyarakat harus menanamkan kesadaran pribadi untuk menerapkan pola hidup sehat serta menjalankan protokoler kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah," jelasnya. 

Selain bangkitnya aktivitas ekonomi dan penguatan kesehatan, Mantan Menteri Keuangan yang juga Komisaris Utama PT Bank Mandiri, Chatib Basri menyebut mengatasi dampak COVID-19 juga perlu adanya perlindungan sosial bagi masyarakat. 

Dari sektor ekonomi dia bercerita, dalam menghadapi krisis pada 2008 pada kondisi ekonomi eksternal rusak, pemerintah membuat stimulus yang difokuskan kepada domestik. Pemerintah menggunakan kebijakan fiskalnya untuk daya beli masyarakat dan juga memberikan potongan pajak terhadap industri. 

"Sama halnya hari ini pemerintah dalam memulihkan ekonomi di era new normal haruslah menggunkan banyak opsi, termasuk meningkatkan penjaminan terhadap UMKM baik kecil maupun menegah," jelasnya. 

Dari aspek sosial, Akedimisi UI, Imam Prasodjo menyebut, pasca mewabahnya virus corona, siapapun yang bertahan akan menghuni dunia yang sangat berbeda dari sebelumnya. Dunia baru dengan cara hidup yang baru dengan pengawasan totaliter dalam penerapan protokoler dan solidaritas. "Yang bertahan dari virus corona akan mengalami hal itu," jelas Imam. 

Dewan Penasehat Jenggala Center, Iskandar Mandji mendorong pemerintah untuk serius dalam pembuatan kebijakan terkait penangan COVID-19. “Kita semua tahu bahwa pandemi COVID-19 adalah permasalahan yang membutuhkan jalan keluar serius, pemerintah tidak boleh maju mundur dalam hal ini. Perlu penetapan kebijakan yang optimal," jelasnya. 

Ibnu Munzir, Ketua Umum Jenggala Center menilai, skenario new normal merupakan salah satu langkah bijakan pemerintah dalam membangkitkan roda ekonomi sekaligus pemulihan kesehatan masyarakat yang terdampak COVID-19. Sehingga kedepan tidak ada lagi memperdebatkan mana yang harus didahulukan antara ekonomi dan kesehatan. “Dalam Pandemi COVID-19, tidak lagi terjadi dilema," kata Ibnu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya