Sekolah di Banda Aceh Tidak Tatap Muka dan Online, Gunakan Cara Ini

Seorang guru memberikan arahan kepada murid baru dalam ruangan kelas dengan pembatasan jaga jarak saat simulasi penerapan protokol kesehatan di SMA-1 Banda Aceh, Aceh, Sabtu (11/7/2020). (Foto Ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ampelsa

VIVA – Banda Aceh masuk dalam zona kuning penyebaran COVID-19. Sehingga tidak menerapkan sekolah secara tatap muka di tahun ajaran baru ini. Namun, pemerintah daerah juga tidak menggunakan metode belajar online, seperti daerah-daerah lain.

Pengungsi Rohingya Tetap Dibantu tapi RI Perhatikan Kepentingan Nasional, Menurut Kemenkumham

Kepala Dinas Pendidikan Banda Aceh, Saminan Ismail membenarkan, bahwa peserta didik di ibu kota Provinsi Aceh ini belum bisa belajar tatap muka. Pihaknya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk sekolah mulai beraktifitas hari ini, Senin 13 Juli 2020.

“Sistem belajarnya tidak tatap muka secara langsung, maka anak-anak tetap belajar dari rumah," kata Saminan Ismail.

Partai Aceh Usung Mantan Panglima GAM Jadi Calon Gubernur di Pilkada 2024

Baca juga: Bertambah, Santri Gontor Positif COVID-19 Kini Jadi 12 Orang

Berdasarkan hasil evaluasi belajar dari rumah yang telah dilakukan, kata dia ternyata belajar secara online banyak menimbulkan persoalan. Diantaranya kebingungan orang tua. Banyak menghabiskan paket internet dan komunikasi antara guru, orang tua dan siswa yang tidak sejalan.

Nasib 11 Pedagang Miras di Aceh yang Nekat Berjualan saat Ramadhan, Ini Ancaman Hukumannya

Untuk itu pihaknya mengantisipasi hal itu dengan membuat sistem baru, di mana orang tua menjadi guru kedua. Pihaknya juga sudah memanggil semua wali murid untuk menyepakati pengembangan sistem pengajaran dari rumah, salah satunya pengurangan paket belajar.

Sistem pengajaran di masa pandemi corona ini juga, kurikulumnya tidak dilaksanakan 100 persen, melainkan cukup 50 hingga 60 persen.

"Contohnya dalam buku paket ada 10 bab, mungkin yang diajarkan hanya lima bab saja. Jadi orang tua dijadikan guru kedua, agar nanti guru pertama di sekolah bisa berkomunikasi dengan guru kedua yakni orang tua murid," jelasnya. 

Dengan penerapan sistem pengajaran tersebut, maka tugas orang tua wajib menjadi guru kedua, dan harus mendampingi anak sesuai dengan kesepakatan serta perintah dari guru pertama di sekolah.

Pihaknya juga sudah menyepakati persoalan teknis lainnya dengan orang tua siswa. Jika orang tua siswa sibuk, maka harus ada pendamping lainnya di rumah. Untuk memantau aktivitas belajar siswa. Pendamping tersebut harus dijelaskan, siapa yang mengajari siswa belajar dari pagi, siang hingga sore. 

“Jika banyak pekerjaan, mana saja guru kedua yang bisa mendampingi anak di pagi hari, siang dan sore. Sistemnya tetap di rekam orang tua lalu dikirim ke guru pertama di sekolah,” jelasnya.

Jika nantinya guru kedua tersebut mendapat persoalan dalam mengajari anaknya, maka diwajibkan untuk berkonsultasi dengan guru pertama di sekolah. Kata Saminan, bahkan untuk hasil akhir siswa belajar, orang tua juga ikut mengisi raport siswa.

“Rapor akan diisi oleh dua orang guru, yaitu guru pertama dan kedua. Itu nanti per minggu (laporan belajar siswa), tapi tergantung keinginan guru kedua, baik disampaikan melalui e-belajar maupun komunikasi dalam bentuk lainnya,” katanya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya