Gerindra Harap Pemberi Surat Jalan ke Djoko Tjandra Dihukum Berat

Politikus Gerindra Habiburokhman.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA – Juru Bicara Partai Gerindra, Habiburokhman, mengapresiasi langkah cepat Polri mencopot Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, usai disebut mengeluarkan surat jalan buronan Djoko Tjandra ke Kalimantan Barat.

Irjen Napoleon Bonaparte Tak Dipecat Buntut Korupsi Djoko Tjandra, Beda dengan Jaksa Pinangki

Habiburokhman yang juga anggota Komisi III DPR ini menilai, apa yang dilakukan tersebut memang sudah masuk pada kategori pelanggaran kode etik berat.

"Terkait surat jalan Djoko Tjandra, Gerindra mengecam keras oknum petinggi Polri yang menandatangani surat jalan itu dan hal itu adalah pelanggaran kode etik yang sangat serius. Yang harus dihukum berat," kata Habiburokhman kepada VIVA, Kamis 16 Juli 2020.

Irjen Napoleon Bonaparte Tidak Banding Pasca Lolos dari Pemecatan

Baca juga: Bikin Surat Jalan Djoko Tjandra, Ini Profil Brigjen Prasetijo Utomo

Langkah Polri yang bergerak cepat, menurutnya patut diapresiasi. Sebab setelah ketahuan, Kapolri Jenderal Idham Aziz langsung mencopot dan melakukan penahanan untuk pemeriksaan. 

Polri Buka Suara soal Kapan Sidang Etik Irjen Napoleon Bonaparte

Gerindra beranggapan, kata Habiburokhman, apabila pemeriksaan selesai maka pelaku semestinya diberikan hukuman yang lebih berat lagi.

"Kita harus bedakan antara oknum dan institusi. Kami mencatat, Polri adalah institusi pertama yang memberikan sanksi berat kepada pejabat tingginya terkait kasus Djoko Tjandra ini. Semoga saja proses pemeriksaan berjalan mulus dan tidak masuk angin sehingga masyarakat tahu bahwa hukum pasti ditegakkan, oknum yang bersalah pasti dihukum," jelasnya.

Hal lainnya yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi aparat penegak hukum adalah bagaimana caranya segera menangkap Djoko Tjandra. Dengan SDM dan teknologi yang mumpuni, Habiburokhman yakin jika benar-benar serius dicari maka Djoko Tjandra bisa tertangkap.

"Kalau teroris yang lihai menghilangkan jejak saja bisa ditangkap, seharusnya Djoko Tjandra yang tidak terlatih bisa lebih mudah ditangkap," ujarnya.

Prasetijo dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri untuk proses pemeriksaan Divisi Propam Polri. Hal ini tertuang dalam Surat Telegram bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Telegram tersebut ditandatangani langsung oleh AS SDM Kapolri, Irjen Pol Sutrisno Yudi Hermawan.

Djoko Tjandra mendaftarkan PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.

Dia merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.

Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu, dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya