Pengacara Sebut Ada Aset Bos First Travel yang Raib

Tiga terpidana kasus travel umrah First Travel
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Kasus penipuan yang menjerat tiga bos First Travel kembali menyedot perhatian publik. Kali ini, tim kuasa hukum para terpidana melayangkan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Depok, Selasa 11 Agustus 2020. Salah satu fokus utamanya adalah soal putusan aset.

Asia Tenggara Bisa Jadi Pemimpin Industri Kripto Dunia, Begini Penjelasannya

Kuasa hukum menganggap, perkara yang menjerat Andika Surachman, bersama istri, serta adiknya adalah kasus perdata. Tidak semestinya, kasus ini masuk ke ranah pidana.

Anggota tim kuasa hukum Andika, Pahrur Dalimunthe, mengatakan, perkara ini bisa diselesaikan secara damai antara First Travel dan para jemaah yang menjadi korban.

Trading Kripto untuk Pemula Cuan Hanya di Sini

Satu-satunya cara ialah dengan mengembalikan aset yang disita negara kepada Andika untuk kemudian dilakukan ganti rugi secara bertahap. Pahrur yakin, jika aset masih lengkap dan ada, maka biaya ganti rugi bisa dilakukan.

Namun sayangnya, kata Pahrur, sebagian aset justru kini tak jelas keberadaannya.

Cocok untuk Content Creator, Aset Kripto Ini Resmi Diperdagangkan di Indonesia

“Pastinya kami enggak tahu. Cuma intinya kalau ditanya ada yang hilang, ya ada. Saya enggak hafal apa aja asetnya. Ukuran kami dari putusan pengadilan saja,” kata Pahrur saat ditemui di Pengadilan Negeri Depok pada Selasa 11 Agustus 2020.

Baca Juga: Pengacara Bos First Travel Sebut Hakim Keliru soal Putusan Aset

Pahrur mengatakan, jika dinominalkan, aset yang dimiliki Andika mencapai sekira Rp70 miliar. 

“Tapi, kan banyak aset-aset yang tidak tahu rimbanya ke mana. Misal kalian dulu pernah dengar, bisa dicek ya dia punya restoran dan lain sebagainya,” sebutnya.

Pahrur menjelaskan, pihak jemaah (korban) sepakat untuk berdamai dengan Andika asalkan bisa mengganti kerugian.

“Di PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) itu jelas ada perdamaian dan ada tim pengurus, ada mekanisme sendiri. Selama ini banyak kok perkara PKPU yang berjalan. Harusnya itu yang dijalankan,” ujarnya.

Pahrur mengatakan, Andika punya kewajiban memberangkatkan dan membayar, ada waktu dalam prosesnya. Maka itu, perlu proses yang tak bisa cepat.

Kata Pahrur, pihak korban sudah merasa damai dengan restorative justice. “Kok malah negara nih yang tiba-tiba lanjut menuntut dan hartanya dirampas. Korban aja mau berdamai,” tuturnya.

Ia yakin, jika aset bos First Travel itu tak disita negara, kerugian korban tidak separah saat ini. Namun tentu saja, kata Pahrur, proses penggantian dilakukan secara bertahap.

“Mau di tahap awal berapa yang jelas kewajiban itu masih melekat ke beliau. Kalau beliau ditahan bagaimana bisa dia melaksanakan kewajiban itu,” tuturnya.

Kasus ini, kata Pahrur, telah menyita banyak waktu. “Karena kita menegakkan benang basah, mencari bukti yang banyak sudah hilang termasuk ke supplier, rekanan di luar negeri, notaris, dan semuanya,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Rhema Kristiono yang juga pengacara bos First Travel mengatakan, konsep dasar hukum adalah keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Ia mempertanyakan manfaat aset yang disita untuk korban. “Sekarang Andika sudah dipenjara, asetnya disita, manfaatnya apa buat korban,” kata dia.

Menurut dia, sebaiknya hasil penjualan aset dibagikan ke jemaah secara profesional. “Jadi keadilan itu tidak hanya untuk menghukum orang tapi ada kepastian dan manfaat. Untuk apa dipenjara tapi perdatanya tak punya kepastian,” ucap dia.

Rhema menilai, antara hukum dan manfaat harus berjalan beriringan. “Kalau keduanya berbarengan itu jauh lebih bermanfaat dari pada Andika dipenjara,” tuturnya.

Pengadilan Negeri Depok telah memvonis tiga bos First Travel, yakni Andika Surrachman, Aniessa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan bersalah dalam kasus penipuan jemaah umrah.

Mereka diputus bersalah karena telah menipu dan menggelapkan uang 63.310 calon jemaah umrah dengan total kerugian mencapai Rp905 miliar.

Dalam perkara ini, Andika dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Sementara itu, sang istri, Aniessa Hasibuan 18 tahun penjara. Pun, adiknya, Kiki Hasibuan 15 tahun penjara.

Tak hanya itu, Pengadilan Negeri Depok juga menyatakan bahwa aset First Travel dirampas oleh negara sesuai Pasal 39 jo Pasal 46 jo Pasal 194 KUHP.

Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 3096K/PID.SUS/2018, tertanggal 31 Januari 2019 juga memutuskan hal yang sama. Puncaknya, pada akhir 2019, Kejaksaan RI Depok berencana mengeksekusi harta yang dirampas negara tersebut. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya