Vaksin COVID-19 Belum Disertifikasi Halal, Apa Efeknya Bagi Relawan?

Petugas menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Agung Rajasa

VIVA – Bio Farma bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majeis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) masih merumuskan untuk melakukan pengujian terhadap vaksin COVID-19 Sinovac asal China yang mulai diuji klinis kepada para relawan.

BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal Indonesia di di Sidang TBT WTO

Seperti diketahui, Bio Farma bersama lembaga independen mulai melaksanakan uji klinis fase tiga vaksin COVID-19 Sinovac Tiongkok. Pada hari perdana, uji coba vaksinasi dilakukan terhadap 19 orang relawan.

Seorang relawan vaksin, Yuana Ramdhoniah, mengaku belum mengetahui kehalalan dari vaksin COVID-19 yang diinjeksikan ke tubuhnya, Selasa kemarin. Yuana bersedia menjadi relawan karena sejak awal diinformasikan bahwa vaksin asal China itu sudah melalui tahap uji klinis satu dan dua. 

mRNA: Vaksin Masa Depan dan Kunci Ketahanan Nasional?

Baca: Vaksin COVID-19 Sinovac China Belum Kantongi Sertifikasi Halal MUI

Sementara uji klinis kemarin adalah tahap ketiga, yang menurutnya sudah dinyatakan aman untuk diujicobakan ke relawan. Adapun masalah kehalalan dari vaksin tersebut, Ia menyerahkan kepada otoritas terkait agar segera bisa menyempurnakannya.

Angka COVID-19 Naik Jelang Nataru, PAPDI Rekomendasikan Ada Vaksin Booster Lanjutan

"Pastinya begitu (kepastian vaksin halal). Saya kan Muslim. Karena saya dari kecil sama orang tua divaksin, kita enggak tahu vaksin sebelumnya tentang kehalalan, sekarang ada (label halal) ya kenapa tidak, masalahnya sudah urgen bahaya banget COVID itu kan," kata Yuana di tvOne, Rabu 12 Agustus 2020.

Direktur LPPOM-MUI, Lukmanul Hakim, mengatakan sampai hari ini memang belum ada pengajuan sertifikasi halal untuk vaksin Sinovac. Bio Farma dan MUI baru sepakat untuk melakukan kajian terkait kehalalan vaksin asal China tersebut.

"Sampai hari ini kami baru diskusi-diskusi, sampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk audit. Jadi terbuka standar audit kami," kata Lukman.

Namun demikian, berdasarkan fatwa MUI Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Obat dan Pengobatan. Fatwa tersebut menerangkan tentang kewajiban umat Islam untuk  menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat, menggunakan bahan yang suci dan halal.

Tapi ada pengecualian. Yakni pada kondisi keterpaksaan atau darurat, yaitu kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat, yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari.

"Jadi kondisi ini yang harus dikaji dulu. Pertanyaannya kembali kepada kita semua, apakah kondisi pandemi COVID-19 ini termasuk kondisi darurat atau tidak? Nah, itu nanti komisi fatwa akan mengeluarkan fatwa itu dulu," ujar Lukman. 

Di luar itu, Lukman memastikan LPPOM MUI sudah sepakat untuk mengawal dengan Bio Farma dalam uji klinis vaksin Sinovac maupun vaksin Merah Putih untuk melakukan penelitian dan pengkajian vaksin tersebut. "Mengawal bagaimana caranya di akhir nanti kita bisa menemukan vaksin yang jelas kehalalannya," ungkapnya.

Kandungan Non-Hewani

Petugas menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Bandung

Corporate Secretary Bio Farma, Bambang Heriyanto menambahkan berdasarkan hasil evaluasi internal dari vaksi Sinovac, tim menyatakan bahwa vaksin asal China itu tidak menggunakan bahan hewani atau Non-Animal Origin

"Tapi enggak bisa kami bilang itu halal, itu nanti ada di LPPOM MUI. Haram-halalnya harus dilakukan audit dulu," kata Bambang.

Ia mengatakan Bio Farma memang belum mengajukan sertifikasi halal vaksin Sinovac ke MUI. Kendati begitu, Bio Farma tengah menyiapkan seluruh dokumen yang diperlukan untuk mendaftarkan kehalalan vaksin asal China itu ke MUI.

"Pengajuan (sertifikasi halal vaksin Sinovac) masih dalam tahap diskusi. Tim sudah ada komunikasi dengan MUI untuk persiapan sertifikasi halalnya," ujarnya.

Menurut Bambang, untuk memperoleh sertifikasi halal membutuhkan proses audit menyeluruh. Karena MUI pasti akan mengaudit seluruh proses pembuatan vaksin, medianya termasuk bahan baku yang digunakan.

"Memang perlu waktu. Sampai hari ini kami baru terima dokumen-dokumen dari Sinovac. Kita sama-sama lakukan kajian dari dokumen yang diterima. Ini baru tahap awal vaksin mengandung ini-ini," lanjut dia. (ren) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya