Ketua KPU Prediksi Pilkada 2020 Dipenuhi Hoax dan Ujaran Kebencian

Ketua KPU Arief Budiman
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman memiliki penilaian bahwa pilkada serentak 2020 tetap akan dihiasi hoaks (hoax) atau informasi bohong dan ujaran kebencian. Bahkan, porsinya diprediksi lebih besar ketimbang tahun sebelumnya.

Jokowi: Jabatan Itu Kehormatan, Sekaligus Tanggungjawab Besar

Di tengah pandemi COVID-19, menurut Arief, justru pelaksanaan pilkada memiliki tantangan besar menyangkut hoaks dan ujaran kebencian. Karena penggunaan media massa akan mendapat porsi lebih besar dibanding Pemilu 2019.

“2019 salah satunya dipicu karena meningkatnya penggunaan media sosial. Nah, terus 2020 ada pilkada, saya membayangkan penggunaan media sosial, penggunaan media elektronik, penggunaan lembaga penyiaran, itu akan meningkat karena pertemuan fisik akan dikurangi,” kata Arief di gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu 12 Agustus 2020.

Gantikan Arief Budiman, Ilham Saputra Jadi Ketua KPU

Baca juga: Jokowi Minta Pramuka Turun Tangan Ajak Warga Patuhi Protokol Kesehatan

Arief mengungkapkan, pada 2019, penggunaan teknologi informasi dalam hal ini media sosial hingga televisi oleh sebagian orang digunakan dengan cara yang kurang pas. Yakni dengan menggunakan media itu untuk penyebaran hoaks, fitnah hingga black campaign.

Akhyar Nasution Dilantik jadi Wali Kota Medan untuk 6 Hari

“Nah, 2020 perkiraan saya akan meningkat, berarti ruang terjadinya hal yang sama itu makin lebar, terbuka. Karena ruang itu makin terbuka, maka keberadaan penandatanganan kesepakatan bersama ini jadi penting dan strategis,” tuturnya.

Atas dasar itu, KPU mendukung Bawaslu yang menggandeng Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hingga Dewan Pers untuk membuat gugus tugas pengawasan kampanye dan iklan media di pilkada serentak 2020.

“Kita tidak boleh berhenti di sini, karena media sekarang tidak berbatas. Bisa ada di mana saja, skup kecil sekalipun, ada tv lokal, ada radio komunitas, koran cetak lokal yang sebarannya hanya satu kota saja,” katanya.

Selain itu, menurutnya, masih banyak regulasi yang tidak sinkron, tidak lengkap, dan ini jadi tantangan bersama. “Mudah-mudahan situasi ruang yang berbeda di Pilkada 2020 bisa jadi contoh baik,” harapnya. (art) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya