Logo BBC

Puskesmas dan RS Tutup akibat Pandemi, Layanan Kesehatan Bisa Jebol

Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri saat menunggu pasien di ruang isolasi Rumah Sakit Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Selasa (14/07).-ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI
Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri saat menunggu pasien di ruang isolasi Rumah Sakit Dadi Keluarga, Kabupetan Ciamis, Jawa Barat, Selasa (14/07).-ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI
Sumber :
  • bbc

Sejumlah puskesmas dan rumah sakit di berbagai daerah terpaksa menutup sementara layanan kesehatan karena tenaga kesehatan (nakes) dinyatakan positif Covid-19.

Di sisi lain, kapasitas fasilitas kesehatan yang tersedia dikhawatirkan tidak bisa mengakomodasi pasien di tengah tren peningkatan kasus yang terus terjadi.

Konsekuensinya, menurut juru bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Halik Malik, fasilitas kesehatan dan tenaga medis harus mengantisipasi kasus yang tinggi dan terus bertambah.

"Yang dialami saat ini rumah sakit banyak yang terpaksa harus membatasi layanan karena petugasnya ada yang diistirahatkan, ada yang dirawat, dan harus mengurangi jadwal bekerja karena meningkatnya beban di rumah sakit tempat mereka bekerja," ujar Halik Malik kepada BBC News Indonesia, Rabu (12/08).

"Akibatnya, ada kondisi di mana tempat perawatan itu tidak seimbang dengan kondisi kebutuhan layanan atau kebutuhan perawatan pasien yang memang perlu dirawat terkait Covid ini," imbuhnya.

Firdza Radiany seorang data analis yang juga merupakan insiator pandemictalks, platform edukasi terkait Covid-19 memperkirakan, jika Indonesia tidak ada upaya untuk menekan kasus aktif sampai di bawah 10 % tetap konsisten di kisaran 30%-40%, maka dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan okupansi tiap provinsi akan semakin penuh.

"Sejak awal [pandemi] active cases (kasus aktif) kita cukup konsisten di 30-40%, bayangkan nanti kalau active cases sudah sampai 200.000, kami yakin sudah mulai jebol sih," ujar Firdza.

Pakar matematika epidemiologi dari Insitut Teknologi Bandung (ITB), Nuning Nuraini, menyebut dua fenomena ini mengindikasikan tenaga medis dan sistem kesehatan "menjadi korban" pandemi yang dia proyeksikan akan berlangsung lama.