Hampir Semua Paslon di Jatim Langgar Protokol Kesehatan

Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya dari PDIP, Eri Cahyadi-Arm
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Komisioner Divisi Pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, Aang Kunaifi mengatakan bahwa hampir semua pasangan calon kepala daerah di 19 kabupaten/kota melanggar protokol kesehatan saat melakukan pendaftaran ke kantor Komisi Pemilihan Umum pada 4-6 September 2020. Mereka rata-rata menggelar arak-arakan di luar kantor KPU, sehingga menimbulkan kerumunan.

Pelanggaran Netralitas ASN Diprediksi Naik 5 Kali Lipat di Pemilu 2024

Aang menyebut hal itu menjadi catatan merah di awal-awal tahapan pelaksanaan pilkada serentak di Jatim.

"Ada 41 pasangan calon yang mendaftar itu hampir rata-rata kegiatan melakukan pendaftaran di kantor KPU dilakukan dengan cara arak-arakan di luar kantor KPU," katanya kepada wartawan pada Senin, 7 September 2020.

Calon Anggota KPU-Bawaslu Wajib Tes PCR 2 Kali Sebelum Uji Kelayakan

Baca juga: Bawaslu: Keseriusan Parpol Patuhi Protokol Kesehatan Jadi Catatan

Aang tak menyebut paslon di kabupaten/kota mana saja yang diduga melanggar protokol kesehatan. Namun, berdasarkan pengamatan VIVA, dua pasangan calon di Pilkada Surabaya, Eri Cahyadi-Armudji dan Machfud Arifin-Mujiaman, masing-masing kubu diantar oleh ratusan massa pendukung. 

DPR Gelar Uji Kelayakan Calon Anggota KPU-Bawaslu pada 14-17 Februari

Mereka terlihat berkerumun tanpa jarak, baik saat di sepanjang perjalanan maupun di halaman kantor KPU. Kendati begitu, hampir semuanya mengenakan masker. Imbauan para relawan maupun petugas agar menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan tak dihiraukan massa. 

Selain pelanggaran protokol kesehatan, Aang mengatakan, tidak ada paslon yang diketahui melakukan pelanggaran yang berpengaruh pada syarat pencalonan.

"Cuma ada beberapa catatan yang memang ada kekurangan nama atau salah ketik dan lain sebagainya," katanya. 

Ia mencontohkan, nama Oni, namun di dokumen ditulis Oki. "Terus ada kemudian di dokumen rekomendasi partai itu ditambahkan gelar akademik. Padahal di kartu tanda penduduknya itu tidak ditambahkan," tutur Aang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya