Jokowi Klaim Utamakan Kesehatan Ketimbang Ekonomi, KAMI: Itu Retorika

Din Syamsuddin.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) M. Din Syamsuddin, menilai Pernyataan Presiden Jokowi bahwa Pemerintah mengutamakan penanganan masalah kesehatan dari pada stimulus ekonomi hanyalah retorika politik belaka. Apa yang dikatakan Jokowi adalah hanya sebuah omongan tanpa bukti nyata.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Temui Presiden Jokowi di Istana

Baca Juga: Jokowi Yakin Jika Kesehatan Baik Ekonomi RI Akan Membaik

Din menanggapi pernyataan Jokowi yang dalam rapat di Kompleks Istana Negara itu, meminta para menteri untuk memprioritaskan aspek kesehatan dalam penanganan COVID-19.

Kata Istana soal Kabar Jokowi Bakal Anugerahkan Satyalencana ke Gibran dan Bobby

Menurut Din, omongan Jokowi tidak sesuai fakta. Sebab faktanya, anggaran yang dialokasikan dan disetujui untuk penanggulangan COVID-19 melalui Kemenkes dan Satgas Penanggulangan COVID-19 kurang dari 10 persen dari total anggaran yang ada sekitar Rp900 triliun, yaitu hanya Rp 87,5 triliun.

"Dari jumlah ini hanya Rp25,7 triliun dialokasikan melalui Kemenkes. Anggaran Rp87,5 T ini pun kemungkinan akan dipangkas menjadi Rp72,7 triliun bahkan realisasinya jauh di bawah angka tersebut," kata Din kepada VIVA, Selasa 8 September 2020.

Budi Gunadi Klaim Berhasil Jadi Menkes Karena Jokowi Tidak Pernah Masuk Rumah Sakit

Bahkan, Din mengungkapkan fakta yang ada, seperti diutarakan para pengamat, justru sebagian besar dari anggaran itu dialokasikan utk menanggulangi perekonomian. 

Dia menyebutkan pengalokasian seperti untuk insentif usaha, termasuk insentif pajak Rp 120,61 triliun, Subsidi dan hibah UMKM Rp123,46 triliun, tambahan PMN BUMN Rp14 triliun, Investasi pemerintah Rp19,7 triliun dan Pembiayaan Investasi lainnya Rp113,6 triliun.

"Sebagai akibatnya, rakyat terpaksa menyelamatkan diri sendiri, bersusah payah membayar biaya Rapid Test dan Swab Test banyak yang tidak mampu melakukannya maka kemungkinan angka yang positif tertular jauh lebih banyak dari yang diumumkan," ujar Din.

Selain itu, kata Din, belum lagi siswa dan mahasiswa harus membayar mahal biaya pulsa atau kuota telepon karena mereka harus belajar daring dari rumah. Soal itu, Din menilai Pemerintah baru sadar dan menjanjikan bantuan setelah lima bulan berlangsung pembelajaran jarak jauh.

"Fakta lain, Indonesia berada pada urutan terburuk keempat dari bawah dalam penanggulangan COVID-19 di antara negara-negara di dunia dan menurut pemberitaan media sudah 68 negara menolak WNI masuk, karena persebaran COVID-19 di Indonesia semakin mendaki dan belum ada tanda-tanda melandai," ujar Din.

Din bahkan sempat mengingatkan saat beberapa waktu lalu Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa COVID-19 akan berakhir Mei 2020. Saat itu Jokowi sempat mengajak rakyat menyongsong era The New Normal namun hingga masuk September 2020 ini, COVID-19 belum berhasil dikendalikan

"KAMI, sekali lagi, menuntut agar Pemerintah serius bekerja, tidak dalam kata-kata tapi dalam perbuatan nyata, dan jangan suka mengumbar janji tanpa bukti," ujarnya
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya