ICW Ragu Indonesia Bebas Korupsi Jika MA Potong Masa Tahanan Koruptor

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana
Sumber :
  • Antarafoto/Kurnia Ramadhana

VIVA – Indonesia Corruption Watch (ICW) memprediksi Indonesia semakin susah untuk lepas dari persoalan korupsi. Jika Mahkamah Agung tetap bersikukuh untuk terus memberikan potongan masa tahanan kepada para koruptor yang sudah divonis penjara.

Jadi Tersangka Kasus TPPU, Windy Idol Diperiksa KPK Pakai Kemeja Biru

ICW mengaku sejak awal sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung (MA) dalam pemberantasan korupsi. Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, sebab tren vonis koruptor tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Kamis 1 Oktober 2020.

Mario Dandy Dijebloskan ke Lapas Salemba Usai Vonis 12 Tahun Berkekuatan Hukum Tetap

Baca juga: Dua Dampak Serius Jika MA Terus Potong Masa Tahanan Koruptor

Apalagi, kata Kurnia, saat ini terdapat 23 koruptor yang hukumannya dipotong oleh MA lewat vonis Peninjaun Kembali (PK). Teranyar, MA memotong hukuman eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari 14 tahun menjadi delapan tahun penjara. 

MA Amerika Serikat Batasi Peredaran Pil Aborsi

Menurut Kurnia, setidaknya ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja. 

"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum, sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi," kata Kurnia. 

Oleh karena itu, ICW menuntut agar Ketua MA mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.

"Serta KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang dan Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," imbuh Kurnia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya