Ketua Baleg Pede Omnibus Law Cipta Kerja Berantas Korupsi Perizinan

Ketua Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas dalam sidang paripurna.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang kemarin, Senin 5 Oktober 2020. Aturan itu pun telah melalui proses pembahasan yang panjang antara Pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI hingga pada akhirnya disepakati.

DPR Sahkan Revisi UU Desa, Masa Jabatan Kades Jadi 8 Tahun

Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, menegaskan apa yang sudah diputuskan oleh Badan Legislasi tentang RUU Cipta Kerja patut disyukuri. Sebab undang-undang tersebut akan dalam membuat kemudahan perizinan dan deregulasi di Indonesia di masa depan.

Bahkan dia mengatakan, RUU Cipta Kerja ini akan menghilangkan sikap koruptif sejumlah aparat dalam perizinan. Para oknum birokrat-birokrat nakal itu tak akan bisa bergerak dengan adanya aturan ini.

8 Fraksi DPR Sepakat RUU DKJ Dibawa ke Rapat Paripurna

Baca juga: Menko Airlangga Beberkan Manfaat UU Ciptaker bagi UMKM hingga Pekerja

Sebab menurutnya, sistem perizinan nanti tidak lagi membutuhkan kehadiran fisik. Tapi akan menggunakan Online Single Submission (OSS).

DPR dan Pemerintah Sepakat Pilkada Jakarta Satu Putaran di RUU DKJ

“Korupsi dalam perizinan tidak akan terjadi lagi. Masalah korupsi dalam perizinan ini terpecahkan oleh Omnibus Law,” ungkap Supratman dikutip dari keterangannya, Selasa 6 Oktober 2020.

Dia berpendapat, penolakan sejumlah pihak akan adanya Omnibus Law hanya dari satu sisi saja. Mereka pun diminta lebih bijaksana dalam melihat sebuah masalah.

“Jangan melihat parsial saja, tapi lihatlah secara keutuhan terhadap proses pembentukan undang-undang,” kata Supratman.

Ia pun menggambarkan jika dalam proses pembahasan Omnibus Law sangat legitimate dan dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Sementara soal penolakan dua fraksi, yakni PKS dan Partai Demokrat, Supratman pun menggarisbawahi beberapa hal.

"Perdebatan-perdebatan kita di dalam panja itu sangat dinamis. Dan penolakan itu tidak muncul, seperti saat akhir ini,” kata Supratman.

Dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, Supratman mengakui jika yang paling berat untuk diperdebatkan itu adalah klaster ketenagakerjaan. Sebab, banyak kepentingan yang ada di dalamnya harus diakomodir.

“Saya yakinkan semua sependapat! Seluruh fraksi di awal pembahasan dan pengambilan keputusan terkait pesangon, semua satu suara,” tambahnya.

Lebih lanjut dia pun mengatakan, sejatinya sembilan fraksi di DPR termasuk di DPD juga satu suara soal pesangon. Namun, perihal tuntutan sekelompok buruh yang menolak bisa dipahami.

“Tidak mungkin kami bisa memuaskan semua pihak. Saya mengerti apa yang menjadi tuntutan kawan-kawan buruh. Saya pastikan dan saya janjikan saat mereka demo terakhir di depan gedung DPR, saya katakan bahwa saya bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan hal itu,” tegas Supratman.

Sementara itu menurutnya, dari tujuh isu krusial tentang ketenagakerjaan, seperti PHK massal dan lain-lain. Peraturan perundangannya sudah dikembalikan ke UU ketenagakerjaan yang lama.

“Misalnya bagaimana syarat-syarat PHK itu, kami sampaikan bahwa itu kembali ke UU existing dan tidak ada yang berubah sama sekali,” tutupnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya