Analis Intelijen Sebut Ada Penyusup dalam Demonstrasi Omnibus Law

Aksi demo anarkis tolak Omnibus Law di Kota Malang
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya (Malang)

VIVA – Aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di banyak daerah berakhir rusuh. Analis intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai aksi para mahasiswa dan buruh itu sebelumnya murni menyampaikan aspirasi, namun dalam perjalanannya ada penyusup.

Ratusan Demonstran Turun ke Kota-kota di Israel, Tuntut Netanyahu Turun dan Hentikan Perang

Para penyusup yang melakukan tindakan kekerasan dan brutal itu membuat aksi unjuk rasa menjadi tidak simpatik dan justru merugikan masyarakat.

“Tidak ada masalah dengan demo yang dilakukan mahasiswa dan buruh di berbagai kota di Indonesia, hal tersebut dijamin konstitusi. Namun, adanya penyusup yang memprovokasi dan melakukan perusakan fasilitas umum serta perlawanan terhadap aparat membuat situasi menjadi ricuh," ujar Stanislaus kepada wartawan, Jumat, 9 Oktober 2020.

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

Baca: DPR Beberkan Penyesatan Info UU Cipta Kerja: PHK sampai Pesangon

Stanislaus menjelaskan, aksi perusakan seperti pembakaran halte busway di Jakarta, perusakan kendaraan polisi termasuk ambulans, menunjukkan para pelaku mempunyai tujuan lain, dan bukan menolak UU Cipta Kerja.

Pendemo Tak Bisa Orasi di Depan Gedung MK saat Sidang Gugatan Pilpres, Polisi Siapkan Tempat

Berbagai aksi anarkistis dan perusakan fasilitas umum selama aksi di banyak daerah kemarin membuat kerugian yang sangat besar, terutama terhadap masyarakat yang sehari-hari menggunakan fasilitas umum.

"Pemerintah dalam hal ini aparat keamanan harus bertindak tegas dan melakukan proses hukum terhadap pelaku perusakan dan kekerasan dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja tersebut. Jangan biarkan negara ini menjadi arena bagi kelompok-kelompok yang menunggangi isu populis demi kepentingannya,” katanya.

Selain itu, Stanislaus memberikan apresiasi kepada masyarakat Yogyakarta, yang pada Kamis malam, langsung melakukan gotong royong membersihkan dan memperbaiki Malioboro setelah dirusak oleh massa pelaku unjuk rasa.

"Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Yogyakarta tidak mendukung aksi kekerasan dalam unjuk rasa tersebut. Masyarakat Jogja dengan budayanya yang luhur pasti menolak cara-cara tersebut, dan mereka melawannya dengan cara yang beradab dengan gotong royong," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya