UU Cipta Kerja Dinilai Bisa Redam Budaya KKN, Ini Penjelasannya

Ilustrasi-Kampanye pemberantasan korupsi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Polemik bahwa Undang-undang Cipta Kerja akan menyengsarakan rakyat dinilai tidak berdasar. Sebab, UU itu dinilai justru bisa menciptakan banyak lapangan kerja yang manfaatnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Ahli hukum dari Universitas Padjajaran, Profesor Romli Atmasasmita, menilai masyarakat tidak perlu khawatir terhadap implementasi UU Cipta Kerja. Karena, dampak positifnya bakal tidak hanya dirasakan dari aspek ekonomi sematan.

“Kekhawatiran UU Cipta Kerja menyengsarakan rakyat sangat absurd, tidak memiliki justifikasi filosofis, yuridis, dan sosiologis,” tegas Romli dikutip dari keterangannya, Jumat 9 Oktober 2020.

Biaya Ultah Cucu SYL Minta Di-reimburse Kementan, Pegawai Menolak Terancam Dimutasi

Baca juga: Buruh Tegaskan Bakal Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Menurut Romli Omnibus Law RUU Cipta Kerja bisa mengubah budaya buruk korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kental dengan zaman Orde Baru. Hal itu sejalan dengan upaya Pemerintah saat ini.

Jaksa Sebut SYL Bayar Tagihan Kartu Kredit Ratusan Juta Pakai Uang Hasil Korupsi di Kementan

“Bahwa UU Cipta Kerja dibentuk justru merujuk pada pengalaman buruk masa lalu sejak Orde Baru yang masih terjadi sampai saat ini. Seperti korupsi, maladministrasi, abuse of power, dan suap serta suburnya mafia-mafia berbagai sektor kehidupan bangsa,” tambahnya.

Selain itu, Romli, di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja juga telah menghilangkan ego sektoral yang selama 75 tahun Indonesia merdeka selalu menghambat efisiensi administrasi. Prakik tata kelola pemerintahan yang baik pun dapat terwujud.

"Pelayanan di semua sektor kehidupan semuanya (saat ini) telah diterapkan sistem e-govermnent,” ungkapnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya