Fadli Zon Sebut 4 Beban Berat Selama Jokowi Menjabat, Apa Saja?

Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra, Fadli Zon.
Sumber :
  • VIVAnews/Lilis Khalis

VIVA – Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra, Fadli Zon, menyoroti kinerja setahun Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Menurut Fadli, pada periode kedua pemerintahan Jokowi ini beban rakyat dan negara kiat berat. 

Fadli Zon Sebut Perang Iran-Israel Berpotensi Meluas dan Picu Perang Dunia III

Pada 20 Oktober 2020 genap setahun usia pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Atau, jika digabungkan dengan periode pertama, adalah genap enam tahun Indonesia berada di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo. 

Menurut Fadli, seharusnya pada periode kedua ini Presiden Joko Widodo belajar membangun pemerintahan yang berusaha untuk melakukan proses rekonsiliasi, bukan malah kian mempertajam segregasi.

Ikhlas Pangkal Sukses: Catatan Kecil tentang Prabowo Subianto

"Kalau diminta menilai perjalanan setahun terakhir, apalagi enam tahun terakhir, tanpa bermaksud melebih-lebihkan, cukup jelas saya melihat ada banyak sekali kemunduran yang telah kita alami. Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, rakyat dan negara sama-sama memikul beban yang kian berat," kata Fadli Zon kepada VIVA, Rabu 21 Oktober 2020.

Baca juga: Rizal Ramli: Tahun ke-6 Pemerintahan Jokowi, Indikator Ekonomi Merosot

Fadli Zon, Adian Napitupulu hingga Primus Lolos ke Senayan dari Dapil V Jabar

Fadli mencatat ada empat beban berat yang bobotnya kian besar selama pemerintahan Presiden Joko Widodo berlangsung. Pertama, beban utang. 

Dijelaskannya, akibat miskalkulasi, mismanajemen, serta kerja pembangunan, Indonesia kini harus menanggung beban utang yang berat. Berdasarkan laporan Bank Dunia, 'International Debt Statistics 2021', utang luar negeri Indonesia berada di urutan enam di antara negara-negara berpendapatan menengah dan rendah.

"Saat ini utang luar negeri kita lebih dari US$402 miliar atau Rp6.000 triliun," ujar dia.

Beban kedua, terkait beban hukum. Fadli menilai adanya kerusakan tatanan hukum di pemerintahan Jokowi. 

Fadli menyoroti pengesahan undang-undang sapu jagat Omnibus Law Cipta Kerja. Dia melihat, pola penerbitan Omnibus Law bukanlah bentuk terobosan hukum melainkan bentuk perusakan hukum. 

"Melalui Omnibus Law inilah kian sempurnalah sentralisasi kekuasaan berada di tangan presiden. Saya melihat kebijakan Omnibus Law ini bukan deregulasi, tapi yang tepat disebut konsolidasi kekuasaan," ucapnya.

Dilanjutkan Fadli, beban ketiga adalah beban perpecahan. "Di periode sekarang ini masih ada upaya bermain-main isu sensitif keagamaan," tuturnya. 

Fadli kemudian menyinggung soal menteri Agama yang dinilai berkali-kali membuat umat Islam marah, karena sejumlah ucapan dan kebijakannya. "Seharusnya di periode kedua ini Presiden Joko Widodo belajar membangun pemerintahan yang berusaha untuk melakukan proses rekonsiliasi, bukan malah kian mempertajam segregasi," ujar Fadli.
 
Kemudian, beban keempat, Fadli menyebut beban sosial. Sebelum pandemi COVID-19, rakyat sudah terbebani kebijakan pencabutan subsidi, kenaikan tarif listrik, bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif tol, BPJS Kesehatan, dan lain-lain. Kini, beban rakyat bertambah karena pandemi. 

"Ironisnya, pemerintah terkesan menggunakan pandemi justru sebagai momen menolong para pengusaha, bukan menolong rakyat kecil. Stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), misalnya, 24 persennya digunakan untuk menolong korporasi. Hanya 12 persen saja yang digunakan untuk belanja kesehatan. Inilah sesuatu yang ironis," katanya.

Simak selengkapnya

 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya