Istana Jawab Penghapusan Pasal 46 di UU Omnibus Law Cipta Kerja

Istana Merdeka
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menjelaskan soal perubahan halaman yang ada di Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itu berbeda dengan yang diterima oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti MUI dan Muhammadiyah, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja dikirim pemerintah setebal 1.187 halaman, dari sebelumnya 812 halaman.

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

Perubahan itu juga terkait menghapus atau soal hilangnya pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) di Undang-Undang Cipta Kerja.

"Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," kata Dini ketika dikonfirmasi, Jumat, 23 Oktober 2020.

Ganjar Cerita Dicurhati Buruh soal UU Cipta Kerja: Tolong Pak Segera Review

Baca juga: Luhut Beberkan Nama-Nama Pencetus Ide Omnibus Law

Dini mengatakan proses cleansing dari Setneg sudah selesai. Kemudian, penghapusan pasal itu sifatnya administratif.

Jika Anies jadi Presiden RI, Ahmad Syaikhu: PKS dan Amin akan Revisi UU Ciptaker

Dia menyampaikan penghapusan pasal 46 yang secara khusus mengatur BPH Migas seharusnya sudah diputuskan di tingkat Panitia Kerja atau Panja. Pernyataan yang terakhir ini juga disampaikan sebelumnya oleh Ketua Badan Legislatif DPR, Supratman Andi Agtas.

"Karena dalam rapat Panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," kata dia.

Dini menambahkan yang tidak boleh diubah itu substansi. Dalam hal ini, katanya, penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam rapat panja Baleg DPR.

Sebelumnya diberitakan, Supratman Andi Agtas, mengklarifikasi soal penghapusan pasal 46 tersebut. Menurutnya, memang Pasal 46 UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu seharusnya dihapus di UU Cipta Kerja.

Mestinya, kata dia, pasal tersebut sudah dihapus, tapi nyatanya masih tercantum di naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja. Supratman mengatakan justru yang melihat pasal tersebut masih tercantum di dalam naskah versi 812 adalah Sekretariat Negara. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya