Begini Prosedur Swab Test di Jakarta untuk Kasus Pasien Covid-19

Tenaga medis melakukan tes usap atau swab test.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/FB Anggoro

VIVA – Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: HK.01.07/ MENKES/ 413/ 2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Revisi Ke-5 disebutkan bahwa Pengambilan spesimen pada kasus dengan gejala berat/kritis untuk follow up/pengulangan pemeriksaan RT-PCR dilakukan di rumah sakit untuk menilai kemajuan pengobatan/ kesembuhan.

Heru Budi Pastikan Pelayanan Publik Tetap Berjalan Optimal Usai Cuti Lebaran

Pada Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus DIsease 2019 (COVID-19) Revisi Ke-5, kasus kontak erat dilakukan karantina tanpa pemeriksaan swab PCR sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19 (kecuali tenaga kesehatan yang tetap dilakukan pemeriksaan swab PCR).

Menurut Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo, pemerintah pusat telah memberi reagen ke berbagai daerah untuk melakukan uji sampel spesimen virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Untuk itu, pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas dapat memberikan pelayanan dan penanganan COVID-19 gratis berbasis data.

Pemprov DKI Tiadakan CFD Besok karena Masih Cuti Lebaran

“Untuk yang di Puskesmas seharusnya gratis, karena reagen itu diberikan dari pusat, dari Kementerian Kesehatan bersama Satgas COVID-19. Kemudian juga pemerintah provinsi, kabupaten/kota juga ada yang menyelenggarakan (pengadaan) reagen sendiri,” kata Doni dalam diskusi secara daring, Jumat, 9 Oktober 2020.

Nah, jika Anda bertanya-tanya tentang alur tes PCR yang, nyatanya, bisa berbeda-beda tergantung kategori pasien. Berikut prosedur swab test berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dari Kementerian Kesehatan RI.

Pemprov Jakarta Berangkatkan 12.170 Peserta dengan 279 Bus Mudik Gratis ke 19 Daerah

Kasus Suspek

Bagi yang belum tahu, yang dianggap sebagai kasus suspek adalah seseorang yang menunjukkan gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan dalam 14 hari terakhir memiliki riwayat perjalanan ke wilayah terjangkit atau berkontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19. Pasien yang dirawat di rumah sakit karena gejala ISPA atau pneumonia berat tanpa penyebab lain juga termasuk sebagai kasus suspek.

Sejak dinyatakan sebagai kasus suspek, pasien harus menjalankan proses isolasi dan akan dipantau secara berkala oleh petugas kesehatan. Pemantauan ini akan dilakukan per hari oleh petugas kesehatan melalui kunjungan atau telepon. 

Tes PCR pun dilakukan oleh petugas laboratorium setempat di fasilitas pelayanan kesehatan atau lokasi pemantauan. Selama menunggu hasil tes, pasien tetap berada dalam isolasi. Apabila hasil pemeriksaan RT-PCR selama dua hari berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 24 jam menunjukkan hasil negatif, isolasi boleh dinyatakan selesai.

Kasus Konfirmasi

Kasus konfirmasi mengacu kepada pasien yang sudah jelas dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR dari laboratorium. Kategori ini dibagi menjadi dua, yaitu kasus bergejala atau simptomatik dan kasus tanpa gejala atau asimptomatik.

Pasien konfirmasi pun perlu melaksanakan isolasi dengan prosedur yang sama dengan pasien kasus suspek. Bergejala atau tidak, pasien tetap harus melakukan isolasi karena penyakit masih bisa menular walaupun tidak ada gejala. Isolasi akan terus dilanjutkan hingga dinyatakan selesai oleh petugas kesehatan.

Pengambilan spesimen untuk swab test pada kasus dengan gejala berat/kritis akan dilakukan di rumah sakit. Sedangkan, kasus tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan follow up pemeriksaan RT-PCR.

Pasien konfirmasi bergejala yang tidak dilakukan follow up RT-PCR harus menyelesaikan isolasi mandiri dihitung sepuluh hari sejak tanggal onset, dengan ditambah minimal tiga hari setelah berhenti menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

Kasus Kontak Erat

Kategori ketiga ini mengacu kepada orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19. Yang dimaksud riwayat kontak adalah bertatap muka atau berkomunikasi dalam jarak dekat, serta bersentuhan fisik seperti bersalaman. Perawat yang menangani pasien Covid-19 tanpa mengenakan APD sesuai standar juga masuk ke dalam kategori ini.

Sama dengan kedua kategori pasien sebelumnya, kasus kontak erat juga perlu dipisahkan dari orang lain untuk meminimalisasi risiko penularan.

Namun, dalam kasus ini kita sebut sebagai karantina, bukan isolasi. Karantina berbeda dengan isolasi, karena karantina bertujuan untuk memisahkan orang yang sehat atau belum menunjukkan gejala dengan orang lain, agar mengurangi risiko penularan. Sedangkan isolasi untuk pasien yang sudah dikonfirmasi oleh tes laboratorium atau sudah menunjukkan gejala. 

Pasien kontak erat harus melakukan karantina yang dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19.

Pemantauan harian juga akan dilakukan selama karantina untuk memantau perkembangan gejala. Bila selama karantina pasien tidak menunjukkan gejala, karantina boleh dihentikan.

Tapi, jika selama karantina muncul gejala, pasien harus segera melakukan swab test dan masuk isolasi. Sekarang kamu sudah tahu apa saja yang perlu dilakukan dalam prosedur swab test. Kesehatan diri dan orang lain tetap harus dijaga ya, Smartcitizen.

Selalu tertib menerapkan protokol kesehatan, dengan mengutamakan beraktivitas dari rumah. Jangan lupa pula lakukan 3M: Memakai masker, Menjaga jarak, dan Mencuci tangan.

Pada kasus tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan follow up/pengulangan pemeriksaan RT-PCR. Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO dan CDC yang menyatakan, pasien dengan gejala ringan hingga sedang, tidak lagi menularkan virus setelah hari ke 10 dari awal munculnya gejala.

Rekomendasi ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh National Centre for Infectious Diseases and the Chapter of Infectious Disease Physicians, Academy of Medicine, Singapore, yang menyimpulkan bahwa masa penularan SARS-COV-2 pada individu yang bergejala dimulai sejak 2 hari sebelum munculnya gejala, dan berlanjut hingga hari ke 7-10 setelah muncul gejala.

Doni juga menyebutkan ada beberapa daerah yang memiliki kemampuan uji spesimen yang telah sesuai standar WHO dan kondisi itu akan terus ditingkatkan.

"Sudah ada yang meningkat. Jakarta termasuk yang cukup tinggi angka pemeriksaan spesimennya. Nah, kita terus bergerak untuk bisa merata ke seluruh wilayah Indonesia,” imbuh Doni. Seperti diketahui, jumlah pasien COVID-19 masih tinggi, maka jangan lupakan 3M: memakai masker, menjaga jarak dan hindari kerumunan, serta mencuci tangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya