Ada Stafsus Pimpinan, BW Khawatir Korupsi Justru Terjadi di KPK

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto alias BW, mengkritisi Perkom (Peraturan Komisi) baru KPK. BW menyebut struktur yang direvisi oleh Filri Bahuri Cs tidak berpijak pada organisasi manajemen modern.

Senegal Punya 2 Ibu Negara, BW Walk Out dari Sidang MK

KPK menerbitkan Perkom Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kelola (Ortaka). Aturan ini menggantikan Peraturan Komisi Nomor 3 Tahun 2018. Dalam Perkom tersebut salah satunya diatur posisi baru, yakni staf khusus pimpinan KPK. Stafsus ini akan bekerja langsung di bawah pimpinan lembaga antirasuah.

BW mencurigai, pembentukan struktur ini tidak berbasis pada kajian riset dari naskah akademik yang akuntabel, serta meniadakan prinsip kaya fungsi, miskin struktur.

BW Ungkap Alasan Walk Out Saat Eddy Hiariej Hendak Beri Keterangan di Sidang MK

"Tapi juga mindset dari pimpinan atau pembuat struktur yang old fashion serta tidak sungguh-sungguh ingin membuat KPK punya kemampuan sebagai trigger mechanism, handal dan responsif untuk taklukkan korupsi," kata Bambang dalam keterangannya diterima awak media, Kamis, 19 November 2020.

Baca juga: Pimpinan KPK Kini Dibantu Staf Khusus

Debat BW vs Fahri Bachmid, Ketua MK: Kalau Mau Bicara Semua, Keluar Saja

Menurut Bambang, sarat kepentingan dengan adanya stafsus tersebut. Sehingga tak terjaga lagi kredibilatasnya sebagai lembaga antikorupsi. Ia khawatir, justru korupsi terjadi di lembaga yang notabene antikorupsi.

"Lihat saja dengan adanya staf khusus. Dipastikan, itu adalah cara pimpinan KPK membuat legalisasi masuknya pihak yang kredibilitasnya tidak pernah diuji. Sangat mungkin pihak yang dimasukkan adalah bagian dari jaringan kroni dan nepotismenya. Korupsi justru dapat terjadi pada lembaga anti korupsi,” kata BW.

Bambang menegaskan bahwa organ stafsus ini sebenarnya tidak ada dalam tradisi KPK. Apalagi, ungkap dia, banyak kasus soal stafsus, yang justru menimbulkan kekacauan. 

"Jadi pimpinan KPK secara sengaja tengah menyiapkan potensi 'kekacauan' yang justru dapat memicu korupsi baru. Struktur yang gemuk dan tidak kaya fungsi ini membuat rentang kendali pengawasan makin luas sehingga timbulkan kerumitan dan kesulitan serta sekaligus potensial memunculkan kerawanan terjadinya fraud dan korupsi," ujarnya.

Diketahui, dalam perkom yang baru ini juga ada tambahan 19 posisi baru di struktur KPK. Bambang mengatakan, struktur gemuk semacam ini menciptakan potensi tumpang tindih.

"Lihat saja, ada Direktorat Pembinaan Peran serta Masyrakat dan Direktorat Jejaring Pendidikan, tapi juga ada Direktorat PJKAKI yang urusannya juga dengan masyarakat. Ada kosa kata khas Orde Baru sekali yaitu 'pembinaan' yang menjadi nama dari direktorat baru,” ujarnya.

Bambang menambahkan, “Ini mengindikasikan pikiran dan mindset orba menyelinap masuk dalam struktur baru KPK. Misalnya, direktorat pembinaan Jaringan Kerja Antar Instansi dan Komisi serta Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya