Rocky Gerung Sebut Anies Tak Bisa Dijerat UU Kekarantinaan

Rocky Gerung.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Pengamat politik Rocky Gerung menilai pemanggilan polisi atas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, terkait kerumunan massa di acara FPI dan disangkakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah seperti sengaja mencari kesalahan Anies. Rocky menilai rezim saat ini ingin Anies dapat disalahkan.

PKS Berterima Kasih kepada Anies-Cak Imin dan Merasa Bangga Jadi Koalisi Perubahan

"Istana berharap Anies kena delik padahal polisi mengerti bahwa tidak mungkin diberikan delik pada sifat undang-undnag yang tidak punya kekuatan hukum. Tentu saja polisi mengerti itu," kata Rocky dalam akun YouTube-nya, dikutip Kamis, 19 November 2020.

Menurut Rocky pemanggilan yang terjadi terhadap Anies kemarin disebabkan bahwa Istana tidak dapat mengolah informasi secara baik. Anies tidak dapat dijerat UU kekarantinaan karena Presiden Jokowi sendiri lebih memilih menerbitkan peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berkala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Disease 2019 (COVID-19).

Presiden PKS: Saatnya Pak Anies Mendukung Kader PKS untuk Maju di Pilkada DKI

"Saya anggap seluruh kejadian kemarin itu, terhadap Anies, HRS itu karena istana tak punya think tank yang mengola informasi. Masa Mahfud sendiri tidak punya pengetahuan bahwa Undang-Undang karantina itu tak diberlakukan justru karena presiden ingin PSBB itu kan. Jadi mesti ada tim yang membaca itu," kata Rocky

Rocky menilai jika yang dilakukan terhadap Anies memiliki niat menjatuhkan, maka itu adalah blunder, sebab justru kini orang banyak yang berpihak pada Anies. Blunder tersebut terjadi karena saat ini di lingkungan istana lebih percaya kepada buzzer ketimbang intelijen yang dimiliki.

MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Rosan: Mari Bersatu Wujudkan Indonesia Emas

"Jadi terlihat bocor terus kemampuan istana mengolah informasi. Mengapa begitu, karena pendukung istana sekarang cuma dua, satu buzzer juncto influenzer, yang kedua adalah komisaris relawan. Yang semuanya tidak punya kemampuan untuk membuat analisis keadaan," ujar Rocky.

Rocky menyoroti kegagalan Mahfud sebagai Menkopolhukam untuk membaca situasi. Sebagai menteri yang membawahi semua Informasi publik yang masuk dari BIN, TNI, Polri Mahfud tidak dapat melakukan koordinasi dengan baik

"Dia tidak bisa olah karena dia menunggangi dukungan palsu dari relawan, dia pikir buzzer itu betul-betul memberikan informasi lebih baik daripada intelijen daripada Polisi, Pangdam, itu kesalahan pak Mahfud," kata Rocky.

Padahal, lanjut Rocky, Mahfud punya kapasitas dan punya portofolio untuk mengumpulkan informasi itu sebelum teledor mengucapkan sesuatu kepada publik. "Yang keluar dari pikiran Mahfud adalah selalu upaya menghukum, menghukum Anies, Menghukum HRS dan lain lain," ujarnya.

Sebelumnya Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat berujar penyelidikan kasus itu rencananya menyasar pada Pasal 93 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sementara undang-undang itu, kata dia, berkaitan dengan status daerah. (ren)

Baca juga: Hamdan Zoelva: Salah Kalau Pelanggar PSBB Diancam UU Kekarantinaan

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya