Instruksi Mendagri Disebut Peringatan Dini untuk Kepala Daerah

Mendagri Tito Karnavian saat Rapat Dengan Komisi II DPR. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19 sempat viral di media sosial. Dalam instruksi mendagri itu disinggung mengenai ancaman pencopotan bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan protokol kesehatan.

Gibran Absen di Upacara Hari Otoda, Tak Dapat Penghargaan Satyalencana

Pakar hukum tata negara, Muhammad Rullyandi, dalam keterangan tertulis Kemendagri, Senin 23 November 2020, menilai materi muatan instruksi tersebut merupakan "bentuk early warning system atau peringatan dini dan sekaligus suatu penegasan terhadap seluruh kepala daerah di seluruh Indonesia untuk menaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya beserta segala konsekuensi hukumnya."

Oleh karena itu, para kepala daerah diharapkan untuk memperhatikan UU Pemerintahan Daerah (Pemda) lainnya yang dapat berujung pada sanksi pemberhentian jabatan, yakni apabila tidak melaksanakan peraturan perundangan, termasuk peraturan terkait protokol kesehatan.

Oso Beberkan Strategi Partai Hanura Hadapi Pilkada 2024

Rullyandi mengatakan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tetap wajib menjadi pedoman mutlak bagi seluruh kepala daerah untuk tunduk pada sumpah jabatan dan melaksanakan segala peraturan. Termasuk peraturan terkait protokol kesehatan demi mengutamakan keselamatan rakyat.

"Mengutamakan keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi," ujar dia.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Rullyandi melanjutkan, penerbitan Instruksi Mendagri itu masih terkait tugas dan fungsi Menteri Dalam Negeri di bidang urusan pemerintahan daerah. Sehingga leading sector pemerintah pusat disebut dapat berfungsi sebagaimana semestinya.

"Sebagai suatu perintah garis komando pemerintah pusat sesuai dengan gagasan prinsip asas umum negara kesatuan dan penyelenggaraan otonomi daerah," terang Rullyandi.

Dia juga menjelaskan, praktik sistem ketatanegaraan di Indonesia dimulai dari presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan. Hingga pada jabatan menteri sebagai pembantu presiden, aturan yang dikeluarkan dianggap praktik lazim guna menunjang jalannya pemerintahan yang memiliki karakteristik imperatif atau mengikat. (ren)

Baca: Tito Karnavian Sebut Ratusan ASN Langgar Netralitas selama Pilkada

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya