Kasus Pembantaian di Sigi, PBNU Desak Polisi Bertindak Cepat

Robikin Emhas, Ketua Bidang Hukum dan Konstitusi Pengurus Besar NU.
Sumber :
  • Dokumentasi NU

VIVA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengutuk aksi penyerangan dan teror yang menewaskan satu keluarga di Desa Lemban Tongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Menurut mereka, apapaun motifnya, aksi kekerasan dan tindakan melukai kemanusiaan tidaklah dapat dibenarkan.

Negara Ini Tuduh Iran sebagai Negara Teroris, Kok Bisa?

"Polisi harus bertindak cepat, terukur, dan profesional, dalam mengusut insiden penyerangan ini," kata
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas, melalui siaran persnya, Minggu, 29 November 2020.

Baca juga: pembantaian-di-sigi?headline=4">Pemerintah Kutuk Keras Pembantaian di Sigi

Mantan Teroris Poso Dukung Penuntasan Masalah Terorisme di Sulawesi Tengah

Robikin mengatakan polisi perlu segera mendeteksi motif dan pola kekerasan dan temukan aktor intelektual dan pelakunya. Kemudian, proses sesuai hukum yang berlaku.

"Belajar dari peristiwa serupa sebelumnya, aksi penyerangan dan pembakaran adalah tindakan teror yang sengaja untuk menyebarkan rasa takut di masyarakat," katanya.

8 Terduga Teroris Jaringan JI Ditangkap, Polisi Ungkap Ada yang Berperan Jadi Bendahara

Dia menuturkan kelompok-kelompok penebar teror seperti itu tidak berhak mengatasnamakan elemen agama. Karena agama apapun tidak ada yang membenarkan.

"Teror juga merupakan tindakan anti kemanusiaan.

Harus ada langkah preventif agar kasus ini tidak kemudian merembet menjadi sentimen keagamaan yang dapat merusak kerukunan antar umat yang sudah dibangun bersama dengan baik," ujarnya.

Oleh karena itu, dia berharap tidak ada pihak manapun yang terprovokasi dan membalasnya dengan kekerasan. Apalagi, mendasarinya dengan kebencian atas dasar sentimen-sentimen sektarian.

"Sikap seperti ini hanya akan melahirkan saling curiga dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang pada gilirannya dapat merembet menjadi gangguan keamanan serius," katanya.

Robikin menambahkan pengalaman pahit konflik agama di Poso cukuplah menjadi sejarah kelam di masa lalu. Dia mengajak semua pihak untuk mengambil sebagai pelajaran.

"Mari perkuatan anyaman kebersamaan kita sebagai sesama anak bangsa dan sebagai saudara dalam kemanusiaan. Perkuat toleransi dan saling menghormati satu sama lain," katanya.

Dia mengingatkan bahwa generasi penerus bangsa lebih berhak menyerap energi postif dari kita. Bukan luka dan dendam sejarah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya