Logo ABC

Warga Difabel di Indonesia Merasa Masih Dianggap 'Beban Masyarakat'

Pengalaman berbeda yang dialami MH Thamrin dengan kursi roda di Surabaya (kiri) dan dalam perjalanan di luar negeri.
Pengalaman berbeda yang dialami MH Thamrin dengan kursi roda di Surabaya (kiri) dan dalam perjalanan di luar negeri.
Sumber :
  • abc

Memperingati Hari Difabel Internasional yang jatuh pada 3 Desember setiap tahunnya, ABC Indonesia berbicara dengan mereka yang hidup dengan disabilitas dan aktif di perguruan tinggi.

Muhammad Husni Thamrin adalah dosen Universitas Sriwijaya di Palembang yang juga mengajar ilmu sosial dan politik di beberapa universitas swasta di ibukota Sumatra Selatan tersebut.

"Saya menjadi dosen sejak tahun 1991, diawali dengan menjadi dosen tidak tetap dan kemudian saya menjadi dosen tetap di tahun 1992 dengan status calon pegawai negeri sipil.," kata Thamrin kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.

"Pada awal rekrutmen, saat menjalani tes kesehatan, dokternya sempat ragu memberikan lulus, karena peraturan menyatakan harus "sehat jasmani dan rohani" sedangkan kecacatan saya jelas terlihat karena duduk di kursi roda."

Thamrin mulai menggunakan kursi roda sejak tahun 1987 karena jatuh dari pohon di kebun milik orang tuanya di Palembang.

"Saya mengalami kelumpuhan pada kedua tungkai karena cedera pada syaraf tulang belakang saya," kata Thamrin.

Namun disabilitas itu tidak menghalanginya untuk menyelesaikan pendidikan di tingkat universitas dan sekarang dia menyandang gelar doktor dari Universitas Indonesia di Jakarta.

Thamrin mengatakan masih ada sejumlah tantangan untuk menjalani kehidupan sehari-hari ketika harus mengajar dan melakukan perjalanan karena kondisinya.

"Yang paling menyulitkan saya selama bekerja terutama tidak tersedia nya kamar mandi atau WC yang aksesibel di semua kampus tersebut sampai hari ini."

"Kalau untuk buang air kecil mungkin tidak terlalu masalah, tapi tidak untuk buang air besar."