Pilkada Bertepatan dengan Hari Anti Korupsi, Ini Harapan KPK

Ketua KPK Firli Bahuri
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2020 yang jatuh pada Rabu, 9 Desember 2020, hari ini bertepatan dengan pelaksanaan Pilkada Serentak yang digelar di 270 daerah. Hal ini harus menjadi perhatian seluruh anak bangsa untuk mencegah terjadinya jual beli suara dan suap menyuap.

Gelar Rakornas, PDIP Mulai Panaskan Mesin Partai untuk Pilkada Serentak 2024

Jual beli suara dan suap menyuap menjadi cikal bakal tumbuh suburnya korupsi. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau pada masyarakat untuk mencegah sedini mungkin perilaku koruptif di Pilkada 2020. 

Jauh sebelum sampai ke tahap pencoblosan, KPK telah memberi 'warning' dalam setiap sosialisasi kepada KPU dan Bawaslu serta para calon kepala daerah, dengan mengusung program 'Mewujudkan Pilkada Yang Berintegritas'.

Sekda Depok Maju Pilkada, Minta Dukungan Ridwan Kamil

"KPK tak henti- hentinya mengajak agar mereka selalu mengikuti kaidah-kaidah pemberantasan korupsi dalam Pilkada Serentak 2020," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada awak media, Rabu, 9 Desember 2020. 

Dalam konteks pesta demokrasi rakyat, salah satu kaidah yang tak boleh dilanggar adalah menerima atau memberi suap. Sebab, penyelenggara pemilu dan penyelenggara negara di pusat maupun daerah sangat rentan terlibat dalam pusaran suap menyuap. 

Elektabilitas Irjen Ahmad Luthfi Tertinggi di Pilgub Jateng

Data empiris menunjukkan tindak pidana yang ditangani KPK terbanyak adalah perkara suap menyuap. Salah satu jenis kejahatan kemanusiaan (korupsi) tersebut, sering terjadi dan mewarnai perhelatan pilkada di sejumlah daerah. 

Merujuk data tahun 2018, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak 30 kali dengan 122 tersangka. Dari 122 tersangka terkait tindak pidana korupsi berupa suap menyuap itu, sebanyak 22 merupakan kepala daerah. 

"Kurang dari setahun menahkodai KPK, kami juga telah melakukan sedikitnya 8 kali OTT kasus tindak pidana korupsi praktik suap menyuap, yang melibatkan beberapa penyelenggara negara di pusat maupun daerah," kata Firli. 

Para tersangka penyelenggara negara selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Sementara tersangka pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Dalam kesempatan sama, Firli mengingatkan kembali pesan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu kepada segenap rakyat Indonesia untuk bersama menjaga arah bangsa ini tetap maju dan produktif, demi kesejahteraan dan masa depan NKRI bebas dari Korupsi.

Firli tak memungkiri bahwa hal tersebut bukanlah kerja ringan, karena diperlukan ekosistem nasional yang produktif, inovatif yang konsisten serta bebas korupsi. 

"Semuanya itu tidak mungkin tumbuh, apabila kepastian hukum, politik, kebudayaan, serta pendidikan dan upaya serta keseriusan kita semua, untuk beralih dari laten korupsi, ke budaya anti korupsi," kata Firli.

Jenderal bintang tiga ini juga mengingatkan bahwa korupsi bukan hanya kejahatan merugikan keuangan atau perekonomian negara semata, tetapi kejahatan melawan kemanusiaan (corruption is a crime againts humanity). Hal itu tercermin dari banyaknya negara yang gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat karena terjadinya tindak pidana korupsi.

"Selamat menggunakan hak pilih dalam pesta demokrasi Pilkada Serentak 2020, 'coblos' pemimpin anti korupsi yang berintegritas, dimana nilai-nilai agama, budaya dan kejujuran menjadi visi dalam setiap misi sebagai pemimpin daerah," katanya.

Baca juga: Hari Anti Korupsi 2020, Bareskrim Telah Selamatkan Uang Negara Rp222 M

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya