Kabareskrim Beberkan Faktor Penyebab Kasus Karhutla Menurun

Ilustrasi pemadaman kebakaran hutan
Sumber :
  • Antara

VIVA – Kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sepanjang 2020 mengalami penurunan jika dibanding 2019. Tahun ini, Satuan Tugas (Satgas) Karhutla telah menetapkan 129 orang dan dua korporasi sebagai tersangka.

Aipda Fritz Ketiban Rezeki Nomplok, Langsung Diangkat Jadi Kapolsek oleh Kapolri

Sebanyak 93 perkara telah diselesaikan oleh jajarannya, sedangkan 34 perkara masih dilakukan penyidikan. Area yang terbakar juga mengecil menjadi 535,84 hektare.

Sementara itu pada 2019, jumlah tersangka karhutla mencapai 365 orang dengan 22 korporasi. Selanjutnya, jumlah area yang terbakar mencapai 15,70 hektare atau terjadi penurunan sekitar 95,59 persen dibanding 2019. Artinya, jika dibandingkan 2019 ke 2020, perkara karhutla mengalami penurunan signifikan hingga 66,13 persen. 

Tekan Deforestasi ke Titik Terendah, Begini Cara KLHK

Penurunan jumlah kasus ini karena dampak dari penegakan hukum tanpa kompromi, sehingga memberikan efek jera terhadap pelaku.

“Selain penegakan hukum yang tegas, juga dipengaruhi oleh aktifnya polda jajaran dan stakeholder lainnya melakukan patroli pencegahan karhutla serta adanya inovasi-inovasi yang dilakukan untuk melakukan pencegahan karhutla,” ujar Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 15 Desember 2020.

Menteri LHK Siti Nurbaya: Indonesia Sukses Tekan Deforestasi dan Karhutla

Menurut Sigit, berbagai upaya pencegahan juga dilakukan pihaknya agar karhutla tidak terjadi. Misalnya membuat menara pantau untuk mengawasi titik-titik api yang ada di sekitarnya. Selain itu, membangun kanal air yang berfungsi membatasi meluasnya karhutla. 

Kemudian membuat embung dengan tujuan menampung suplai aliran air hujan serta untuk meningkatkan kualitas air. Upaya lain, melaksanakan monitoring titik panas, melakukan patroli dan gencar melaksanakan sosialisasi.

“Sosialisasi karhutla ditujukan kepada para pengusaha, masyarakat dan pemerintah daerah,” kata mantan kapolda Banten ini. 

Di samping itu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri sebagai leading sektor penegakan hukum juga membangun Geospatial Analytic Center (GSAC). GSAC adalah pusat pelaporan titik panas dan pelaporan wilayah terkait karhutla dengan menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk menganalisis titik panas yang berpotensi sebagai karhutla.

“GSAC terintegrasi dengan sistem yang ada di kementerian/lembaga terkait. GSAC memiliki kemampuan untuk menyajikan informasi kepemilikan lahan, data layer perkiraan cuaca, lahan gambut, lahan moratorium, HTI, HGU, polda, polres, polsek, embung, kanal dan lainnya,” kata Sigit.

Kasus karhutla memberikan banyak dampak negatif. Berdasarkan catatan World Bank, kerugian negara yang diakibatkan oleh karhutla sepanjang 2019 mencapai US$5,2 miliar atau setara dengan Rp72,95 triliun. Hal ini berimplikasi terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 

Selain berdampak terhadap ekonomi, karhutla juga menciptakan persepsi negatif global terhadap minyak kelapa sawit asal Indonesia; gangguan kesehatan, kerusakan hutan, terganggunya sistem transportasi, perdagangan, industri hingga pariwisata. 

Karhutla di dunia dapat disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Sementara itu, para ahli lingkungan hidup di Indonesia menyatakan bahwa karhutla yang terjadi di Indonesia hanya disebabkan oleh faktor manusia.

Hasil riset menunjukkan bahwa pada suhu paling ekstrem sekalipun di Indonesia tetap tidak bisa menjadi pemicu terjadinya karhutla. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Negara beberapa waktu lalu menyatakan, 99 persen kebakaran hutan karena ulah manusia, baik karena disengaja ataupun kelalaian.

Baca juga: Polri Persilakan Masukan Publik soal Kasus Penembakan Laskar FPI

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya