-
VIVA – Imam Besar Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab resmi menempuh upaya praperadilan terkait penetapan status tersangkanya. Dalam permohonan itu, pihak Habib Rizieq minta agar hakim praperadilan menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Polda Metro Jaya tidak sah.
Salah seorang tim advokasi, M Kamil Pasha menyampaikan penetapan tersangka tak berdasarkan hukum. Maka itu, putusan hakim praperadilan juga meminta polisi mengeluarkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan atau SP3.
"Oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, yang berimplikasi segala penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan penetapan tersangka tersebut termasuk penangkapan dan penahanan- juga tidak sah. Dan, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat, serta penyidikan atas perkara a quo juga harus dihentikan," kata Kamil Pasha kepada wartawan, Kamis, 17 Desember 2020.
Kata dia, secara garis besar penetapan tersangka tersebut dinilai mengada-ngada. Mereka menilai penetapan tidak berdasarkan hukum merujuk tiga hal. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah Pasal 160 KUHP yang dikenakan terhadap Habib Rizieq sebagai delik materiil.
Sehingga, lanjut dia, penerapannya harus pula disandarkan pada bukti materiil. Bukan semata-mata berdasarkan selera penyidik. Kamil menyebut harus jelas siapa yang menghasut dan terhasut sehingga melakukan tindak pidana.
"Misalnya adanya suatu hasutan sehingga menyebabkan orang terhasut membuat kerusuhan, atau anarkisme. Lalu diputus bersalah oleh pengadilan, dan telah berkuatan tetap," ujarnya.