Dokter: Stigma terhadap Pasien COVID-19 Buat Mereka Tertutup

Mural Bersama Lawan Corona, COVID-19 (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA - Anggota Sub Bidang Tracing Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, dokter Retno Asti Werdhani, mengatakan, masyarakat yang terpapar virus COVID-19 mendapati stigma negatif. Sehingga, mereka ketakutan dan tidak mau terbuka untuk memudahkan petugas kesehatan melakukan penelusuran dan tes dengan kontak terdekat.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"Kita tahu bahwa yang terinfeksi COVID-19, itu secara sistem kita mintakan mereka menyebutkan kontak eratnya. Karena stigma ini, mereka jadi tertutup," kata dokter Asti saat webinar Satgas Penanganan COVID-19 pada Senin, 28 Desember 2020.

Padahal, Asti mengatakan, jika pasien COVID-19 tidak terbuka memberikan informasi atau tidak kooperatif itu sangat bahaya. Karena, mereka orang-orang yang berkontak erat dengan pasien terinfeksi virus corona berpotensi untuk menjadi sumber penularan berikutnya.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Kalau kita tidak telusur dan karantina, ini akan menjadi sumber infeksi bagi yang lain. Jadi, dengan stigma itu bahayanya mereka ketakutan untuk tidak mengakui bertemu dengan terinfeksi," ujarnya.

Baca juga: Cegah Kasus COVID-19, Wali Kota Solo Larang Penjualan Terompet

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Menurut dia, fungsi dilakukan telusur sebenarnya bukan ingin mencari tersangka, tapi mau membantu mereka mengidentifikasi bagaimana kondisi kesehatannya. "Dampaknya ya orang jadi menutup diri. Stigma terjadi di individu, keluarga dan organisasi," kata dia.

Sementara itu, dokter spesialis jiwa, dokter Hervita Diatri mengatakan adanya stigma terhadap pasien COVID-19 terjadi karena masyarakat lainnya takut tertular. Sebab, orang yang terinfeksi virus corona dianggap sangat mudah menjadi sumber penularan.

"Jadi itulah yang membuat kita supaya menjaga jarak, agar kita tidak terkena paparan. Memang repotnya karena label ini membuat seseorang tersebut menjadi dijauhi, bahkan kemarahan karena kamu akan membawa risiko kepada saya, kamu adalah sumber penularan, kamu berisiko untuk saya, kamu mengancam untuk saya. Akhirnya kita menjadi melakukan sesuatu menjauhkan dia daripada kita," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya