Batasi HAM, Maklumat Kapolri Panen Kritik Langgar Konstitusi

Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kedua kanan)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Sejumlah lembaga yang fokus dalam persoalan hak asasi manusia mengkritisi langkah Kapolri Jenderal Idham Azis. Kritikan itu terkait diterbitkannya maklumat kapolri tentang larangan penggunaan simbol dan menyebarluaskan konten terkait Front Pembela Islam (FPI).

Top Trending: Sopir Bis Bawa Penumpang Makan di Rumah Mertua hingga Ramalan Jayabaya

Beberapa materi dalam maklumat itu justru memicu kontroversi dan perdebatan, terutama dari aspek pembatasan hak asasi manusia.

"Salah satu yang paling kontroversial adalah perihal larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial, sebagaimana diatur oleh poin 2d, yang disertai ancaman tindakan hukum, seperti disebutkan dalam poin 3 maklumat," tulis Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil dalam siaran pers, Senin 4 Januari 2021.

Ketua BEM UI Ngaku Dapat Intimidasi Usai Kritik TNI Langgar HAM di Papua

Keterangan siaran pers itu disuarakan YLBHI, ELSAM, ICJR, LBH Pers, PSHK, LBH Masyarakat, KontraS, PBHI, dan IMPARSIAL. Mereka menilai langkah Idham melanggar konstitusi. 

Maklumat itu disebut mengekang kaidah pembatasan setiap masyarakat dalam mendapatkan informasi.

Respon Ketua BEM UI Terkait Tantangan Ajakan Anggota TNI untuk KKN di Papua

"Akses terhadap konten internet merupakan bagian dari hak atas informasi yang dilindungi UUD 1945, khususnya dalam ketentuan Pasal 28F, dan juga sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 14 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia," lanjut siaran pers itu.

Idham diingatkan menyangkut hukum hak asasi manusia, setidaknya ada tiga persyaratan yang harus diperhatikan agar tak melanggar konstitusi. Hal ini mengharuskan setiap pembatasan diatur oleh hukum (prescribed by law) atau oleh sejumlah ahli ditafsirkan harus melalui undang-undang atau putusan pengadilan untuk mencapai tujuan yang sah. 

Pun, pembatasan diperlukan dengan melihat keamanan nasional, keselamatan publik, moral publik, kesehatan publik, ketertiban umum, serta hak dan reputasi orang lain. Pembatasan yang diperlukan harus dilakukan secara proporsional.

"Prinsip ini sesungguhnya dimaksudkan untuk memastikan tidak dilanggarnya hak asasi warga negara dalam setiap tindakan pembatasan yang dilakukan," tulis siaran pers tersebut.

Sebelumnya, Kapolri Idham Azis menyedot perhatian publik karena meneken Maklumat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Mak/1/I/2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI. Maksud Idham dengan maklumat itu agar masyarakat tak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan FPI.

Dalam maklumat itu, setiap anggota Polri harus melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan maklumat. Hal ini menyesuaikan keputusan bersama enam pejabat setingkat menteri dan kepala lembaga negara soal larangan terhadap aktivitas FPI.

"Guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI)," tulis Kepala Polri Jenderal Idham Azis dalam maklumat itu yang ditandatangani pada 1 Januari 2021.

Baca Juga: Politikus PD: Sejak Melek Politik, Baru Saya Dengar Maklumat Kapolri

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya