- Times of India
VIVA – Pemerintah resmi memulai program vaksinasi COVID-19 Sinovac buatan China secara massal sejak Rabu kemarin, 13 Januari 2021. Program vaksinasi ini dikritik agar diterapkan secara persuasif, bukan dengan ancaman sanksi denda.
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta Dedi Supriadi mengingatkan demikian karena hak masyarakat perlu mengetahui prosedur dalam penerapan vaksin. Ia menyoroti ancaman sanksi denda yang diberlakukan Pemerintah Provinsi DKI bagi warga yang menolak disuntik vaksin.
Menurut legislator PKS itu, seharusnya Pemprov DKI bisa melakukan pendekatan ke masyarakat secara persuasifi. Hal ini sesuai Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19.
"Prosedurnya harus terpenuhi, dan tidak asal main denda," kata Dedi, dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis, 14 Januari 2021.
Dia menambahkan sesuai janji pemerintah, vaksin Sinovac diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan syarat sudah lulus uji BPOM dan dapat sertifikat halal MUI. Ia bilang vaksin mesti jadi salah satu cara untuk menekan jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air termasuk Jakarta yang makin tinggi.
"Penerapan vaksin COVID-19 ini jadi salah satu strategi untuk memperbaiki penanganan pandemi COVID-19 yang akhir-akhir ini makin memburuk," jelas Dedi.
Pun, ia menyampaikan setidaknya ada 5 hal yang perlu diperhatikan Pemprov DKI dalam menerapkan program vaksinasi. Pertama, SDM yang terlatih dalam melakukan penyuntikan vaksin. Kedua, ada perlindungan tenaga kesehatan yang menjadi vaksinator.
"Ketiga, mitigasi kejadian ikutan pasca imunisasi dengan pengawasan secara day to day. Keempat, pengelolaan limbah vaksin yang aman. Dan kelima, dilakukan secara transparan dan akuntabel, tidak membuka ruang korupsi," ujar Dedi.
Pemprov DKI memang mengeluarkan aturan sanksi denda bagi warga yang tak mau divaksin. Aturan denda itu tertuang dalam Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanggulangan COVID-19. Besaran nominal sanksi denda kepada orang yang menolak divaksin tertulis di Pasal 30.
"Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi COVID-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)," demikian isi pasal tersebut.
Baca Juga: Ukrida Akui Mahasiswanya Pemalsu Tes PCR, Sudah Diskors