MK Tolak Perluasan Makna Penyiaran Dicap Jadi Momentum Penting

Kreator konten digital bertemu dengan Kominfo
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan untuk seluruhnya pengujian UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran yang diajukan oleh RCTI dan iNews. Hal itu dibacakan dalam putusan pada Kamis, 14 Januari 2021. Para pemohon a quo meminta perluasan tafsir penyiaran dalam Pasal 1 ayat (2) UU Penyiaran, agar ruang lingkupnya juga menjangkau layanan over the top (OTT). 

Kamu Bisa Berbagi Foto Tanpa Internet, Ada Fitur Punya iPhone

Dalam pertimbangan hukum putusannya, MK menyebutkan bahwa internet bukan media dalam rangka pemancaran siaran dan layanan over the top (OTT). Karena itu pada prinsipnya berbeda dengan penyelenggaraan penyiaran konvensional. Oleh karenanya internet tidak dapat diartikan sebagai frasa ‘media lainnya’ dalam rumusan pasal a quo. 

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) kemudian merespons putusan ini yang sejatinya dianggap menjadi momentum untuk mendorong proses reformasi legislasi konten digital di Indonesia. Reformasi itu baik dalam konteks perubahan UU Penyiaran, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maupun amandemen terhadap UU Telekomunikasi.

Awas Rugi Bandar Tidak Memanfaatkan Ruang Digital

"Pasalnya memang sampai dengan hari ini Indonesia belum memiliki legislasi yang memadai yang mampu menjawab persoalan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya yang terkait dengan kebijakan konten digital. Situasi ini yang kerap memunculkan perdebatan, sektoralisme pengaturan dan berujung pada kerugian konsumen atau warga untuk dapat menikmati secara penuh hak atas informasi," kata Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Fajar sebagaimana rilis yang diterima VIVA, Jumat, 15 Januari 2021.

Meskipun dalam putusannya MK menegaskan bahwa UU ITE menjadi acuan dalam layanan berbasis internet, namun legislasi ini belum dapat sepenuhnya menjadi rujukan yang komprehensif dalam tata kelola konten digital di Indonesia. 

8 Negara Terbaik untuk Bekerja Secara WFH

"Peraturan pelaksananya pun belum mampu secara optimal merespons persoalan bentuk dan jenis tanggung jawab tiap-tiap platform digital, terlebih mengingat layanan over the top juga layanan konten digital memiliki karakteristik dan model yang berbeda-beda," ujar dia.

ELSAM, kata Wahyudi, mendorong adanya reformasi legislasi konten digital yang tidak hanya berfokus pada rezim penyiaran, melainkan juga pemanfaatan internet dan produk konten digital lainnya agar lebih sesuai dengan koridor penghormatan hak asasi manusia (HAM). 

Selain itu, persoalan identifikasi jenis konten dan distribusi konten perlu diatur secara komprehensif. Mengingat produk konten digital ini berkembang sangat luas dan beragam, mulai dari audio dan video daring, penerbitan dan pengarsipan digital, pembelajaran digital, permainan digital, animasi komputer, dan produk layanan hiburan serta layanan informasi komunikasi lainnya. 

Reformasi legislasi disebut juga perlu menegaskan aktor-aktor yang dikategorikan sebagai penyedia layanan konten, dan persoalan sejauh mana kewajiban dari tiap penyedia layanan. Secara konseptual, penyedia layanan konten dapat termasuk di dalamnya; penyedia konten digital, platform konten, penyedia layanan aplikasi, penyedia hosting, dan penyedia akses internet. Identifikasi ini berguna untuk menentukan jenis dan batasan tanggung jawabnya terutama pengkualifikasian sebagai perantara secara hukum.

ELSAM mengusulkan kepada pembentuk UU yakni Presiden dan DPR untuk menyiapkan peta jalan arah pembaruan legislasi konten digital untuk memastikan adanya harmonisasi dan sinkronisasi berbagai sektor legislasi terkait. 

"Bicara konten digital setidaknya bicara UU Telekomunikasi, UU ITE, dan UU Penyiaran. Revisi UU Telekomunikasi menjadi penting dilakukan karena legislasi ini diharapkan dapat menjembatani fenomena konvergensi teknologi informasi dan komunikasi, termasuk di dalamnya konten," ujarnya.

Sementara itu, terhadap UU ITE dan UU Penyiaran, harus dipastikan sejauh mungkin keduanya mampu berkontribusi dalam menciptakan ekosistem internet yang sejalan dengan kerangka perlindungan hak asasi manusia. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya