KPK Duga Edhy Prabowo Bagi-bagi Mobil Pakai Uang Suap Benih Lobster

KPK tahan mantan Menteri KKP Edhy Prabowo terkait kasus dugaan korupsi perizinan ekspor benih lobster.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo diduga pakai uang suap yang diterimanya terkait perizinan ekspor benih lobster atau benur untuk berbagai kepentingan pribadinya. 

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Bukan cuma membeli barang mewah di Hawaii, Amerika Serikat, Edhy Prabowo diduga KPK, pun membeli sejumlah mobil untuk diberikan kepada sejumlah pihak.

Dugaan adanya pembelian mobil dan dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak itu dikonfirmasi penyidik saat memeriksa Edhy sebagai tersangka suap izin ekspor benur, Jumat, 15 Januari 2021.

KKP Gelar Operasi Bersama Pengawasan Penyelundupan BBL di Bandara Internasional Juanda

Mobil-mobil tersebut sejatinya dibeli dan dibagikan Amiril Mukminin yang juga tersangka kasus ini atas perintah Edhy Prabowo.
 
"Tersangka EP (Edhy Prabowo) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AM (Amiril Mukminin) dan kawan-kawan sekaligus sebagai tersangka. (Kepada Edhy Prabowo) Didalami keterangannya terkait dengan adanya dugaan pembelian barang di antaranya beberapa unit mobil oleh tersangka AM atas perintah tersangka EP untuk selanjutnya diberikan kepada pihak-pihak lain," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada awak media, Sabtu, 16 Januari 2021.

Selain memeriksa Edhy Prabowo, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga memeriksa sejumlah saksi dan tersangka lain. Salah satunya, pendiri PT Dua Putra Perkasa, Suharjito yang menyandang status tersangka pemberi suap kepada Edhy. 

Vietnam Jadi Surga Penyelundupan Benih Lobster RI, Ternyata Ini Alasannya

Dalam pemeriksaan itu, terungkap Suharjito tak hanya menyuap Edhy dan staf khususnya di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk memperlancar usahanya sebagai eksportir benur, Suharjito juga diduga memberian uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia.

"Didalami adanya dugaan pemberian sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia untuk memperlancar usaha saksi sebagai eksportir benur," jelas Ali.

Sementara, terhadap saksi Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, tim penyidik mencecarnya mengenai awal mula terbitnya Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia. 

Aturan yang ditandatangani Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan pada 4 Mei 2020 dan diundangkan sehari kemudian itu menjadi penanda dibukanya keran ekspor benur yang sebelumnya telah dilarang. Tak hanya soal Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2020, tim penyidik juga mendalami mengenai peran para anggota tim uji tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang dibentuk oleh Edhy Prabowo. 

Tim yang dipimpin oleh dua staf khusus Edhy Prabowo, yakni Andreau Pribadi Misata dan Safri tersebut diduga menjadi perantara suap dari para eksportir benur untuk Edhy. Andreau dan Safri sendiri telah menyandang status tersangka kasus yang sama.

"Slamet Soebjakto (Dirjen Perikanan Budidaya KKP) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Suharjito dan kawan-kawan. Didalami pengetahuannya terkait dengan awal mula terbitnya Permen KKP Nomor12 dan peran dari para anggota Tim Due Diligence yang diangkat secara khusus oleh tersangka EP," lanjut Ali.

Selain itu, tim penyidik juga mendalami mengenai proses dan teknis pengecekan dan pengemasan benur untuk diekspor. Hal ini didalami tim penyidik saat memeriksa Kepala Badan Karantina Ikan Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP, Rina. 

Terhadap saksi Agus Kurniawanto selaku Manajer Kapal PT Dua Putra Perkasa, tim penyidik mendalami mengenai adanya dugaan komunikasi antara Agus dengan pihak-pihak tertentu di KKP.

"Dan didalami teknis pengajuan perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Ali.

Masih berkaitan itu, tim penyidik juga mendalami teknis perizinan PT Dua Putra Perkasa selaku eksportir benur di daerah. Hal ini dilakukan tim penyidik dengan memeriksa staf PT Dua Putra Perkasa, Adi Sutejo. Pada Jumat, 15 Januari 2021 kemarin, tim penyidik sedianya juga menjadwalkan memeriksa Zulfikar Mochtar selaku mantan Dirjen Perikanan Tangkap Jalan. 

Namun, Zulfikar mengaku tak dapat memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Untuk itu, tim penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan Zulfikar. 

"Yang bersangkutan memberikan konfirmasi tidak hadir dan diagendakan  pemeriksaan kembali pada hari Senin (18 Januari 2021)," ujar Ali.

Baca Juga: KPK Cecar Edhy Soal Tim Pengepul Uang Suap Ekspor Benih Lobster

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya