Program Vaksinasi COVID-19, Mahfud: Keselamatan Rakyat Hukum Tertinggi

Menkopolhukam Mahfud MD
Sumber :
  • Dok Humas Pemda DIY

VIVA – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menanggapi kontroversi vaksinasi COVID-19. Dimana ada pihak yang mengatakan hak, namun di pihak lain dalam hal ini pemerintah menilai ini sebagai kewajiban. 

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

“Sebenarnya kalau pemerintah sendiri sejak awal di dalam rapat kabinet selalu mengatakan menggunakan dalil yang lebih umum. Pemerintah harus mengambil tindakan tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan rakyatnya,” kata Mahfud dalam diskusi webinar ‘Vaksin COVID-19 Dari Perspektif Hukum’, Sabtu 16 Januari 2021.

Atas dasar itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menambahkan, pemerintah menggunakan dalil salus populis suprima lex. “Keselamatan rakyat itu adalah hukum yang tertinggi,” tegasnya.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Menurutnya, meski ada kontroversi, pemerintah membangun tindakan-tindakan yang sangat represif karena untuk menyelamatkan rakyat. Dalam konteks ini pemerintah Indonesia ingin melakukan langkah-langkah kebijakan kesehatan, pengobatan COVID-19 dan sebagainya.

“Dan sebagainya yang terkait dengan COVID itu salus populis suprimal lex, sehingga pakai itu untuk presiden, Kapolri. Para pejabat mengatakan kita ingin menyelamatkan rakyat,” ujarnya.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Dalam konteks ini juga, Mahfud menyatakan bisa menggunakan pasal 28 UUD 45. 

“Yang mengatakan kalau anda merasa kesehatan itu hak dasar, hak asasi itu dibatasi dengan undang undang yang kemudian diturunkan lagi dalam kebijakan pemerintah. Dibatasi dengan undang undang untuk melindungi hak asasinya orang lain,” paparnya.

Atas dasar itu orang boleh menolak di vaksin, namun yang tidak mau divaksin bisa membahayakan orang lain, sehingga negara bisa memaksa. 

“Anda boleh merasa tidak mau divaksin, tetapi kalau melanggar hak asasinya orang lain, membahayakan hak orang lain untuk sehat, maka negara bisa memaksa, tapi tentu tidak selesai di situ pendekatan,” katanya.

Baca juga: IDI Sebut Menkes Gerak Cepat soal Vaksin tapi Lupa Tekan Kasus Positif

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya