Pilkada 2022 dan 2023 Masuk Draf RUU Pemilu, Ini Penjelasan DPR

Ilustrasi Pemilu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjelaskan mengenai adanya jadwal Pilkada 2022 dan 2023 dalam draf Revisi Undang Undang Pemilu (RUU Pemilu) yang diserahkan Komisi II DPR RI ke Badan Legislasi DPR RI. Menurut Saan, DPR sedang mengatur ulang jadwal penyelenggaraan pilkada.

Bobby Nasution akan Jalin Komunikasi dengan NasDem dan PKB untuk Pilgub Sumut

"Pilkada merupakan bagian dari pemilu itu sendiri. Maka ketika kita masukkan dalam satu bagian yang terintegrasi di situ kita mulai mengatur jadwal kembali. Kalau dalam UU Nomor 10, pilkada di 2024 secara serentak. Ketika kita revisi dan disatukan maka kita lakukan penjadwalan ulang dengan istilah normalisasi," kata Saan, yang dikutip Kamis 28 Januari 2021.

Normalisasi yang dimaksud adalah menormalkan kembali pilkada sesuai masa periode lima tahunan. "Jadi yang harusnya di undang-undang di 2024, kita normalkan 2022 sebagai hasil Pilkada 2017 tetap dilakukan, 2023 sebagai hasil Pilkada 2018 tetap dilakukan dan seterusnya jadwal tersebut akan kembali dinormalkan sesuai masa periode lima tahun," ujar Saan.

Demokrat Munculkan Nama Dede Yusuf untuk Pilkada Jakarta 2024

Kalaupun ada keinginan harus disatukan, kata Saan, itu baru dilakukan 2027. "Tapi itu belum final disatukan itu. Tapi hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja tiga kali. Jadi 2020-2025, 2022-2027, 2023-2028 dan seterusnya," ujarnya.

Saan mengatakan, salah satu yang menjadi pertimbangan adalah faktor pengamanan. Saat ini, ketika terjadi pilkada di sebuah kabupaten, aparat masih belum memadai.

Pemilu di AS dan Eropa Diprediksi akan Pengaruhi Iklim Investasi Indonesia

"Aparat keamanan tidak memadai, dia harus meminta bantuan dari kepolisian daerah terdekat. Nah, kalau misal disatukan ada sesuatu yang luar biasa nanti bagaimana mobilisasi dari keamanan. Itu baru sisi hal keamanan, belum dari hal-hal lain, itulah pertimbangannya kenapa kita minta dijadwal seperti sekarang," ujarnya.

Selain itu, mempertimbangkan aspek proses penyelenggaraan. Dari setiap penyelenggaraan pemilu dibutuhkan waktu yang cukup panjang dari awal pendaftaran hingga selesai pemilu.

"Apalagi kalau diserentakkan 2024. Walaupun waktu berbeda. Ada pileg, ada pilpres, ada pilkada. Tahapan pilpres, pileg aja belum selesai sudah pilkada lagi. Gimana penyelenggara mengelolanya. Ini juga jadi banyak pertimbangan kenapa ingin dinormalkan," ujarnya.

Baca juga: Mantan Ketua MK Minta UU Pemilu Atur Pilpres Diikuti Lebih 2 Calon

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya