IPK di Bawah Timor Leste, KPK: RI Masih Dipersepsikan Negara Korup

KPK tahan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait kasus korupsi benih lobster
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) yang diraih Indonesia tahun 2020 menunjukkan Indonesia masih dipersepsikan negara koruptif serta tidak serius dan konsisten memberangus praktik rasuah.

Temuan Awal KPK: TPPU Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba Capai Rp 100 Miliar

Diketahui IPK Indonesia pada 2020 meraih skor 37 atau merosot tiga poin dibanding tahun sebelumnya yang meraih skor 40. Atas peraihan skor ini, Indonesia menempati peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei Transparency International Indonesia (TII).

"Dengan begitu masih dipersepsikan sebagai negara yang korup. Indonesia juga dapat dipersepsikan relatif tak serius dan tidak konsisten dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati kepada awak media, Jumat, 29 Januari 2021.

Kejagung Periksa Staf Perusahaan Harvey Moeis soal Kasus Korupsi Timah

KPK menekankan, raihan CPI ini menggambarkan upaya memberantas korupsi seharusnya menjadi perhatian serius seluruh pihak. Persoalan korupsi tidak dapat diselesaikan hanya dengan jargon dan slogan, melainkan membutuhkan upaya nyata dan kolaboratif seluruh elemen bangsa.

"Karenanya, pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti pada tataran jargon atau slogan semata. Demikian juga dengan sistem reformasi birokrasi jangan berhenti sebatas slogan atau tataran administratif belaka. Tanpa aksi kolaboratif antara negara dan masyarakat, serta seluruh elemen bangsa, maka korupsi di Indonesia sulit diatasi," kata Ipi.

Mantan Anak Buah Bongkar Kasus Korupsi, SYL Bilang "Saya Tidak Perlu Dibela"

Skor dan peringkat IPK Indonesia tahun ini sama dengan negara Gambia, bahkan di bawah Timor Leste yang meraih skor 86 dengan peringkat 86. 

Secara regional, kata Ipi, selain di bawah Timor Leste, Indonesia juga berada di bawah negara tetangga lainnya seperti Singapura (peringkat 3, skor 85), Brunei Darussalam (peringkat 35, skor 60), dan Malaysia (peringkat 57, skor 51). 

Namun, Indonesia sedikit berada di atas Thailand (peringkat 104, skor 36) dan Vietnam (peringkat 104, skor 36), Filipina (peringkat 115, skor 34), Myanmar (peringkat 137, skor 28), dan Kamboja (peringkat 160, skor 21).

Ipi menerangkan, CPI merupakan indeks komposit yang menggabungkan beberapa skor hasil survei atau penilaian dari beberapa lembaga menjadi satu skor. Dengan demikian, dari skor CPI ini perlu didalami aspek-aspek apa saja yang menyebabkan skor korupsi CPI menjadi rendah atau tinggi. 

Selain itu, korupsi merupakan persoalan yang kompleks. "Tidak bisa dilihat hanya dari satu skor," ujarnya.

Apalagi, lanjut Ipi, pengukuran berbasis persepsi masyarakat acap kali bersifat sticky. Salah satunya karena ada time lag (jeda waktu) antara intervensi atau kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan yang diterima oleh masyarakat. "Sehingga persepsi masyarakat kerap kali bisa berubah dalam waktu cepat," katanya.

Kendati begitu, Ipi mengatakan, IPK yang dirilis TI memberikan catatan Indonesia masih memiliki tantangan serius khususnya pada dua hal, yakni korupsi politik dan penegakan hukum. Meskipun skor indikator penegakan hukum (WJP-ROL) naik, indikator ini selalu berada di bawah rerata komposit CPI tiap tahunnya. Dari sisi penegakan hukum juga dinilai perlu perbaikan kualitas layanan/birokrasi.

"Selain itu, TI juga memberikan catatan bahwa pandemi COVID-19 bukan hanya membawa krisis kesehatan dan ekonomi. Namun, juga krisis korupsi dan demokrasi. Bagi KPK, catatan ini tentu menjadi masukan dan akan kami pelajari agar upaya pemberantasan korupsi ke depan dapat lebih tepat sasaran dan terukur," imbuh Ipi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya