Sultan HB X Dilaporkan ke Komnas HAM

Anggota ARDY mengirimkan surat laporan ke Komnas HAM.
Sumber :
  • Dokumen ARDY.

VIVA - Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melaporkan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X ke Komnas HAM. Gabungan dari 78 organisasi ini mengirim surat resmi pelaporan pada Selasa, 16 Februari 2021.

Komnas HAM Laporkan Ratusan Kasus HAM di Papua pada 2023 kepada Menko Polhukam

Pelaporan ARDY ke Komnas HAM ini berkaitan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Sultan HB X di awal tahun 2021. Pergub tersebut itu tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.

Salah seorang inisiator ARDY yang juga merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli, menilai Pergub tersebut berpotensi melanggar HAM.

Hak Disabilitas, Kematian Petugas hingga Netralitas Aparat dalam Pemilu Disorot Komnas HAM

Yogi menuturkan Pergub itu melanggar kebebasan untuk menyatakan pendapat di depan umum. Potensi melanggar HAM ini nampak dalam pasal-pasal yang ada di dalam Pergub tersebut.

"Ada 4 hal yang melanggar HAM dalam aturan itu. Pertama tentang pembatasan kawasan penyampaian pendapat di muka umum dengan dalih kawasan wisata," tegas Yogi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 17 Februari 2021.

Tradisi Takjil Gulai Kambing Setiap Malam Jumat di Masjid Kauman Yogyakarta

Baca juga: Moeldoko Temui Sultan Hamengkubuwono X, Bahas Micro Lockdown

Pergub yang dikeluarkan Sultan HB X, lanjut Yogi, mengacu pada keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata.

Di dalam Pasal 5, kata Yogi, menyatakan Penyampaian Pendapat Di Muka Umum berlangsung di ruang terbuka untuk umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali di Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro. Demonstrasi hanya bisa dilakukan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar.

"Padahal di kawasan larangan demonstrasi tersebut terdapat lembaga negara. Di antaranya Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY dan Kantor Pemerintah Provinsi DIY. Jika kawasan terlarang untuk demonstrasi tersebut selama ini menjadi tempat untuk masyarakat sipil menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah," kata Yogi.

Poin kedua, kata Yogi, berkaitan dengan pembatasan waktu penyampaian pendapat di muka umum. Pasal 6 Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka. Dalam Pergub itu menyebutkan penyampaian pendapat di muka umum berlangsung di ruang terbuka untuk umum dilaksanakan dalam kurun waktu pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00 WIB.

Kemudian, poin ketiga adalah tentang pembatasan penggunaan pengeras suara. Di dalam Pasal 6 disebutkan mewajibkan setiap orang menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

"Pasal ini mengharuskan setiap orang mematuhi batas maksimal baku tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara sebesar 60 dB (enam puluh desibel)," kata Yogi.

Lalu keempat tentang pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam urusan sipil. Yogi mengatakan Pergub itu mendorong tentara keluar dari barak untuk terlibat dalam urusan sipil.

Dia melanjutkan dalam pergub tersebut, TNI ikut serta dalam wilayah koordinasi sebelum, saat dan setelah pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum (pasal 10). Tentara juga terlibat dalam pemantauan pelaksanaan penyampaian pendapat, ini tertuang dalam pasal 11.

Yogi menambahkan pelibatan tentara dalam lingkungan sipil menggambarkan pembelotan terhadap mandat gerakan reformasi 1998. Pasca-reformasi, fungsi kekaryaan TNI yang semula berpijak pada kredo dwi fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) sudah dihapuskan. Prajurit hanya bertugas dalam hal pertahanan dan tidak lagi terlibat urusan sosial politik.

"ARDY menilai isi Pergub yang ditandatangani Sultan HB X itu bertentangan dengan norma-norma hak asasi manusia," katanya.

Dia mengatakan norma itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ada juga Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005, dan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Terpisah, Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (Sekda DIY), Kadarmanta Baskara Aji, pun memberikan tanggapannya mengenai laporan ARDY ke Komnas HAM. Aji menilai bahwa tak ada masalah dari pelaporan tersebut.

Aji memastikan Pemda DIY siap memberikan penjelasan mengenai Pergub tersebut ke Komnas HAM. Aji juga menyebut pihaknya siap untuk dimintai keterangan oleh Komnas HAM jika memang diperlukan.

"Saya kira nggak ada masalah (pelaporan ke Komnas HAM). Itu hak kan. Jadi silakan saja kalau kemudian nanti kami harus memberikan penjelasan terkait dengan laporan mereka. Saya kira silakan saja. Walaupun sebetulnya menurut saya, mari kita dialog," tutur Aji.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya