Ngabalin Ingatkan SBY dan Demokrat Jangan Terus Seret Nama Jokowi

Ali Mochtar Ngabalin.
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin, merespons pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demkrat Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini di publik. 

Pergerakan Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Menhub Budi Beberkan Catatan dari Jokowi

Menurut Ngabalin, pernyataan SBY yang menyebut pimpinannya di KSP Moeldoko telah merugikan Presiden Jokowi tidak benar sama sekali. Hal itu adalah murni konflik di tubuh partai Demokrat.  

Bahkan, produksi isu dengan membawa - bawa nama Moeldoko dan Jokowi secara terus menerus yang dilakukan oleh elite Demokrat justru tidak elok menjadi tontonan rakyat. Dan dia, pernyataan SBY itu hanya kepentingan internal, bukan untuk konsumsi publik.

Survei LSI: Tingkat Kepuasan Publik pada Jokowi Naik 76,2 Persen

"Jangan memproduksi sebuah isu yang rakyat tidak terwakili dengan isu itu," kata Ngabalin kepada VIVA, Kamis 25 Februari 2021.

Baca juga: OJK Rilis Peta Jalan Perbankan Syariah 2020-2025, Ada 3 Pilar Utama

3 Faktor Pemicu Approval Rating Jokowi Masih Tinggi Versi Survei LSI

Dia pun menyebut, dirinya sebetulnya menghormati sosok SBY sebagai mantan presiden dua periode dan seorang jenderal militer. Namun ia menyayangkan, produksi isu yang dilontarkan baru - baru ini, selalu menyampaikan curahan hati mengenai internal partainya. 

"Masa sih hari-hari ngomong Demokrat, Moeldoko, AHY, SBY. Jadi supaya ada makna itu, ada yang ditinggalkan untuk kepentingan publik ada yang mengedukasi publik, ada yang tercerahkan dengan isu itu," ujarnya.

Ngabalin pun menegaskan, Moeldoko sebagai pejabat KSP sudah terang mengatakan sebelumnya, bahwa Presiden Jokowi tidak tahu menahu mengenai masalah tersebut. Toh, kata dia, pertemuan Moeldoko dengan para senior Demokrat hanya berbicara ringan, diminta bertemu dan tidak ada yang dilanggar.

"Masa sih yang ecek-ecek begini jadi masalah dengan Presiden Joko Widodo. Tidak lah. Jangan sering-sering menyeret nama Presiden Joko Widodo," sambungnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya