Waspada Virus Varian Baru saat Libur Panjang Akhir Pekan

Tangkapan layar Juru bicara vaksinasi dari Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Zulfikar

VIVA – Juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan temuan dua kasus mutasi virus corona dari Inggris atau yang biasa disebut B.1.1.7 merupakan hasil dari penguatan 3T, terutama dari sisi testing
dan tracing.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

“Temuan ini menunjukkan kemampuan dan kapasitas dari laboratorium Balitbangkes Kemenkes dalam melakukan metode Whole Genome Sequencing (WGS),” ujar Nadia dalam keterangan persnya, Senin 8 Maret 2021.

Nadia menjelaskan, virus Corona adalah tipe virus RNA (ribonucleic acid) yang secara alami mudah mengalami mutasi dan mutasi memang merupakan kemampuan virus untuk bertahan hidup. 

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

“Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa virus mutasi COVID-19 ini lebih tinggi tingkat keganasannya dibanding virus COVID-19 yang ada sebelumnya," ucap Nadia.

"Namun, beberapa penelitian di negara lain menunjukkan varian virus baru ini lebih cepat menular. Namun, kecepatan penularan mutasi virus tersebut tidak menyebabkan bertambah parahnya penyakit, namun penelitian terkait varian baru ini terus dilakukan,” kata Nadia.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Nadia juga menambahkan, bahwa vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi
COVID-19 yang saat ini sedang berjalan masih efektif untuk mencegah penularan mutasi
virus. 

“Para peneliti yang mendalami virus Corona B.1.1.7 mengonfirmasi bahwa efektivitas
inokulasi terhadap virus masih ada di level yang bisa diterima sehingga sejauh ini belum
mengganggu kinerja vaksin,” ucap kata dia.

Meskipun tingkat keganasan varian baru virus COVID-19 ini belum diketahui, namun dengan
kemampuan penularan yang lebih tinggi, masyarakat diharapkan lebih waspada dan disiplin
menerapkan protokol kesehatan, serta mensukseskan program vaksinasi COVID-19.

“Menjelang libur panjang akhir pekan ini, kami imbau dengan sangat masyarakat untuk
menahan diri dan tidak bepergian dulu mengingat setelah libur panjang, umumnya terjadi
peningkatan kasus positif COVID-19 dari kluster keluarga,” ujar Nadia.

Eijkman Institute for Molecular Biology, Amin Subandrio menambahkan, dua temuan
kasus varian B.1.1.7 di Indonesia merupakan hasil temuan dari proses analisis WGS. 

“Deteksi varian B.1.1.7 dilakukan melalui proses analisis Whole Genome Sequencing (WGS) yang
membutuhkan waktu yang cukup lama, bisa lebih dari 1 atau 2 minggu,” ucap dia.

Amin mengatakan, proses pemeriksaan WGS membutuhkan waktu hingga hasilnya
dapat keluar. Amin menjelaskan, kasus tersebut tiba di Indonesia pada ahir Januari 2021, kemudian dilakukan tes PCR, lalu suspek dikarantina selama 5 hari. Setelah itu dilakukan tes PCR kembali.

"Barulah beberapa hari setelahnya dilakukan proses analisa WGS. Hasilnya baru diperoleh
pada 1 Maret malam dan segera dilaporkan. Proses analisa WGS bukanlah pemeriksaan rutin 
dan tidak semua sampel dengan hasil tes PCR yang positif dianalisa dengan proses ini,” jelas
Amin.

Menurut Amin, tidak ada perlakuan khusus yang dibutuhkan dalam menghadapi mutasi
virus ini, karena mutasi merupakan sifat alami dari virus. 

“Aktivitas testing dan tracing harus lebih cepat dan giat dilakukan, termasuk melakukan proses analisa WGS,” ujar Amin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya