KPK Sebut 239 Penyelenggara Negara Belum Lapor Harta Secara Lengkap

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia / KPK RI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, sebanyak 239 penyelenggara negara di pemerintah daerah dan pemerintah pusat belum melaporkan hartanya secara jujur dan lengkap. Hal tersebut diketahui berdasarkan pemeriksaan secara acak yang dilakukan KPK.

KPK Tak Hanya OTT Bupati Labuhanbatu, tapi Ada Anggota DPRD hingga Kepala Dinas

"KPK menemukan masih banyak penyelenggara negara yang tidak sepenuhnya melaporkan harta yang dimilikinya," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati kepada awak media, Senin, 8 Maret 2021.

Berdasarkan catatan KPK, dari 239 penyelenggara negara yang menyampaikan LHKPN secara tidak lengkap dan benar itu, terdiri dari 146 penyelenggara negara atau sekitar 61 persen berasal dari instansi daerah, 82 penyelenggara negara atau sekitar 34 persen dari instansi pusat, dan sisanya 11 penyelenggara negara atau sekitar 5 persen dari BUMN.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Atas dasar itu, KPK langsung menyurati ratusan penyelenggara negara tersebut dan meminta agar mereka melengkapi harta yang tidak dilaporkan selama periode pemeriksaan.

"Melalui surat itu, KPK meminta agar penyelenggara negara melengkapi harta yang tidak dilaporkan selama periode pemeriksaan untuk dilaporkan dalam laporan e-LHKPN periodik tahun pelaporan 2020, dengan batas waktu penyampaian 31 Maret 2021," kata Ipi.

Bupati Garut Rudy Gunawan Berang Disebut Tukang Palak

Sedangkan berdasarkan kelompok jabatan, kepala dinas merupakan jabatan yang paling banyak tidak melaporkan hartanya secara lengkap, yaitu sebanyak 46 penyelenggara negara.

Di urutan kedua adalah Kepala Kantor Pajak pada Kementerian Keuangan, yaitu 33 Kepala Kantor. Berikutnya, adalah Kepala Badan yaitu berjumlah 31 Kepala Badan yang berasal dari beberapa daerah. "Selanjutnya adalah Bupati berjumlah 18 orang," kata Ipi.

Ipi menambahkan, jenis harta yang KPK temukan paling banyak tidak dilaporkan adalah kas dan setara kas. Menurut Ipi, penyelenggara negara umumnya lalai dalam melaporkan kepemilikan rekening simpanan.

Dalam pemeriksaan tersebut, KPK menemukan 917 rekening simpanan yang belum dilaporkan oleh 203 penyelenggara dari 239 PN atau sekitar 84 persen. Kemudian, sebanyak 390 harta tidak bergerak juga tidak dilaporkan oleh 109 PN atau sekitar 45 persen. Urutan berikutnya, jenis harta yang terlewatkan dalam pengisian LHKPN adalah harta bergerak lainnya.

"Yang termasuk kategori ini misalnya adalah polis asuransi yang memiliki nilai investasi. KPK mencatat 195 polis asuransi belum dilaporkan oleh 35 PN atau sekitar 14 persen," ujarnya.

KPK mengingatkan para penyelenggara negara melaporkan harta kekayaannya secara jujur, benar dan lengkap. Sesuai Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, maka hanya LHKPN yang terverifikasi lengkap yang akan diumumkan. 

Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka PN wajib menyampaikan kelengkapan itu maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan bahwa LHKPN yang disampaikan masih perlu dilengkapi.

"Jika hingga batas waktu kelengkapan tersebut tidak dipenuhi, maka KPK akan mengembalikan laporan tersebut dan PN dianggap tidak menyampaikan LHKPN," ujarnya.

Ipi mengingatkan, LHKPN merupakan instrumen pengawasan yang diharapkan bisa menimbulkan keyakinan pada diri penyelenggara negara bahwa harta kekayaan mereka diperiksa dan diawasi. 

Bagi KPK, kata Ipi, kewenangan ini merupakan upaya untuk meningkatkan integritas dan membangun akuntabilitas penyelenggara negara, sebagai salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya