BPOM: Negara Berpopulasi Muslim Juga Izinkan Vaksin AstraZeneca

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam siaran pers peluncuran izin penggunaan darurat vaksin buatan AstraZeneca yang disiarkan secara daring pada Selasa, 9 Maret 2021.
Sumber :
  • ANTARA/Andi Firdaus

VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melaporkan bahwa sejumlah negara dengan populasi muslim yang dominan juga menerbitkan persetujuan izin penggunaan darurat atau "emergency use authorization "(EUA) terhadap produk vaksin buatan AstraZeneca.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Di berbagai negara sudah berikan juga EUA. Demikian juga di beberapa negara Islam sudah diberikan di Kerajaan Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab juga sudah memberikan [izin]. Kuwait, Maroko, Bahrain, Mesir dan lainnya," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam siaran pers peluncuran izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca secara daring, Selasa, 9 Maret 2021.

Penny mengatakan vaksin yang dikembangkan peneliti di Inggris dan Belgia itu juga sudah memperoleh EUA dari mayoritas negara di kawasan Eropa.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Sementara di Indonesia, BPOM RI telah menerbitkan persetujuan izin penggunaan darurat terhadap produk vaksin AstraZeneca bernomor EUA 2158100143A1 pada 22 Februari 2021.

Meskipun sejumlah negara di dunia telah menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca,  otoritas di Indonesia tetap melakukan pengawasan intensif terhadap potensi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dari penyuntikan vaksin kepada masyarakat.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Bisa saja terjadi (KIPI), sebab respons individu tentunya berbeda. Bisa jadi beberapa kejadian cukup serius. Dari otoritas obat di masing-masing negara akan melakukan investigasi dan dilaporkan secara transparan kepada masyarakat dunia. Kita masih tunggu," katanya.

Penny menambahkan tidak semua vaksin harus diuji klinis di Indonesia. Faktor terpenting adalah laporan data mutu, khasiat dan keamanan dari hasil uji klinik yang telah dilakukan berbagai negara pengguna vaksin.

"Untuk mengetahui khasiat dan keamanannya tidak harus dilakukan di Indonesia, selama valid dan kalau sudah dapat UEA akan lebih baik lagi," katanya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya