Mahfud: Banyak yang Tak Setuju Tim Pemburu Koruptor Versi Jaksa

Menko Polhukam Mahfud MD
Sumber :
  • Reza Fajri/VIVA.

VIVA – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyebut ada lembaga yang tidak mendukung Kejaksaan Agung memiliki tim pemburu koruptor. Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat tidak setuju terkait hal tersebut.

Alasan Kejaksaan Agung Izinkan 5 Smelter Timah Tetap Beroperasi Meski Disita

“Dulu kan begitu dilontarkan, banyak yang tidak setuju. KPK sendiri ndak setuju,” kata Mahfud di Kejaksaan Agung.

Menurut dia, KPK tidak setuju adanya Tim Pemburu Koruptor Kejaksaan Agung karena dianggap tumpang tindih. Makanya, Surat Keputusan (SK) Perpanjangan Tim Pemburu Koruptor di luar negeri itu belum juga diteken oleh Mahfud.

Survei LSI: Mayoritas Rakyat Percaya Kejagung Bakal Usut Tuntas Kasus Korupsi Rp 271 T

“Katanya tumpang tindih aja kan, ini kerjaan-kerjaan rutin. Oke kita dengar semua, lalu kita diskusikan lagi. Jadi itu masih terus dibahas. Tapi dulu SK yang ada, kan masih ada sebenarnya,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Namun demikian, Mahfud menegaskan pemerintah sampai saat ini masih melakukan pembahasan perlu atau tidak kehadiran Tim Pemburu Koruptor Kejaksaan Agung agar tak tumpang tindih.

Survei LSI: Kepercayaan Publik terhadap Kejaksaan Naik Jadi 74 Persen

"SK Tim Pemburu Koruptor itu sudah ada di Sekretariat Negara. Kita masih terus mendiskusikannya,” jelas dia.

Sementara itu, terkait kejaksaan yang mengusut kasus korupsi, dMahfud menyebut ada masukan dari beberapa tokoh soal unsur tindak pidana korupsi agar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 199, itu supaya diberi petunjuk pelaksanaan yang jelas. Sebab, di lapangan masih terjadi kesalahpahaman.

“Ada orang yang tidak punya mens rea, tidak punya niat untuk melakukan korupsi hanya salah administrasi, lalu dibawa ke kasus korupsi dan itu menyebabkan orang takut melangkah,” kata Mahfud di Kantor Kejaksaan Agung.

Tapi ternyata, kata dia, Kejaksaan Agung sudah punya standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani suatu perkara tindak pidana korupsi. Sehingga, kalau ada perbuatan melawan hukum tapi tidak ada niat atau mens rea itu bukan kasus korupsi.

Makanya, lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa sekian kasus yang diajukan Kejaksaan Agung hampir semuanya memang terbukti di pengadilan. Meskipun, dibawah 5 persen yang dianggap oleh pengadilan ini bukan kasus korupsi.

“Artinya sudah bagus cara menerapkan hukum. Sehingga kita berdiskusi tinggal penerapan undang-undang dan SOP-nya saja diperketat,” jelas dia.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya