ICW Sebut Satgas BLBI Hanya Gimik Pemerintah

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana
Sumber :
  • Antarafoto/Kurnia Ramadhana

VIVA – Indonesia Corruption Watch atau ICW memandang penerbitan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak akan efektif. 

Mangkir dari Pemeriksaan, KPK Bakal Panggil Lagi Gus Muhdlor Pekan Depan

ICW menilai seharusnya pemerintah mengundangkan RUU Perampasan Aset untuk memulihkan keuangan negara dalam kasus BLBI.

"Terkait dengan lahirnya Keppres 6 tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, lagi-lagi kembali menunjukkan kegagalan pemerintah dalam merumuskan solusi efektif atas permasalahan yang ada saat ini," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada awak media, Jumat, 16 April 2021.

Tony Blair Ucapkan Selamat ke Prabowo Usai Menang Pilpres: Fantastis!

Kurnia lebih jauh menjelaskan, seharusnya untuk pemulihan keuangan negara dalam sengkarut BLBI, pemerintah dan DPR merumuskan RUU Perampasan Aset. Sebab, RUU tersebut diyakini akan menjadi senjata untuk memproses aset-aset para obligor BLBI yang berupaya mengelabui negara pada masa lampau.

"Alih-alih itu dikerjakan, pemerintah justru membentuk tim yang sebenarnya belum terlalu matang secara konsep, tugas, dan kewenangannya. Selain itu, tim ini pun terkesan hanya gimik pasca sengkarut penanganan BLBI di KPK," kata Kurnia.

Alasan Sakit, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir Panggilan KPK

Apalagi hingga kini pemerintah dianggap belum menjelaskan secara rinci siapa saja nama obligor BLBI yang diketahui masih memiliki utang ke pemerintah. Padahal, isu ini penting diketahui publik sebagai bentuk transparansi dari kerja pemerintah.

"Kalau pun tim ini akan menyasar pada ranah perdata, sebenarnya tanpa membentuk tim, Presiden dapat memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan serangkaian gugatan. Dalam Keppres disebutkan pula perihal pencarian atau pelacakan aset di luar negeri. Ini tentu menjadi problematika tersendiri. Sebab perjanjian hukum pidana timbal balik (Mutual Legal Assistance, MLA) Indonesia belum terlalu banyak. Lalu, kalau belum banyak melalukan MLA, bagaimana cara menyita aset di luar negeri,” ujarnya.

Kurnia memandang, kritik seperti itu kerap kali dilayangkan oleh masyarakat supaya pemerintah memperbanyak MLA dengan negara-negara lain yang diduga tempat penyembunyian aset para pelaku kejahatan. Terlebih isu BLBI ini bukan hal baru. 

"Jika pemerintahan pak Jokowi benar-benar serius, semestinya tindakan gugatan dan lain-lain sudah sejak lama dilakukan. Lalu, kenapa baru sekarang?"kata Kurnia. 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly meyakini Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan bekerja optimal hingga tenggat waktu 2023. 

Menurut Yasonna, Tim Satgas BLBI segera menyusun skala prioritas untuk menentukan target yang harus dicapai.

“Kita akan memetakan skala prioritas, tagihan-tagihan, kemudian Satgas BLBI diberi waktu sampai 2023 untuk bekerja,” kata Yasonna Kamis kemarin.

Satgas BLBI, klaim Pemerintah, dibentuk setelah Mahkamah Agung tidak memutuskan masalah ini sebagai perkara pidana, dan KPK menerbitkan SP3 atau Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada 1 April 2021. Dua orang yang menyandang status tersangka di kasus ini adalah Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.

Berdasarkan hasil penghitungan terkini yang dilakukan Kementerian Keuangan, sesuai perkembangan kurs, pergerakan saham, nilai properti yang dijaminkan per hari ini, total aset hak tagih BLBI mencapai Rp110 triliun.

Menurut Yasonna, dari jumlah Rp110 triliun itu, terdapat 6 macam bentuk aset hak tagih BLBI, di antaranya kredit properti, rekening uang asing serta saham. Lalu ada juga 12 kompleksitas persoalan penagihan, di antaranya seperti jaminan yang digugat pihak ketiga dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya