DPR Bahas Wacana Pembentukan Pansus Vaksin Impor

Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Nasdem, Farhan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Vaksin Nusantara yang dikembangkan oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjadi kontroversi dan perdebatan. Di satu sisi, vaksin itu didukung sejumlah tokoh politik, dan bahkan mantan menteri pun mengajukan diri menjadi relawan uji klinis.

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Di sisi lain, vaksin yang disebut telah dikembangkan di Amerika Serikat itu menuai penolakan karena disebut diproyeksikan menjadi barang eklusif. Vaksin Sinovac maupun Nusantara dianggap tidak jauh berbeda karena ada keterkaitan pihak asing. 

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Muhammad Farhan mengatakan, Parlemen berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas ketersediaan vaksin impor. Menurutnya, dinamika vaksin tidak hanya terjadi pada antarlembaga, melainkan elite politik.

WHO: Imunisasi Global Menyelamatkan 154 Juta Jiwa Selama 50 Tahun Terakhir

"Sekarang sedang dibahas wacana pembentukan pansus vaksin impor. Saya sendiri tidak antivaksin impor, tapi saya perlu menetapkan posisi: vaksin dari pemerintah (Sinovac) untuk rakyat, vaksin Nusantara untuk kaum elite," ujar Farhan dalam keterangan persnya, Senin, 19 April 2021.

Bahkan, Farhan menilai, perdebatan Komisi IX DPR dengan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perihal vaksin Nusantara, karena ada sentimen negatif kepada pemerintah.

5 Syarat Kucing Peliharaanmu Sudah Bisa Divaksin Biar Tetap Sehat

Sejumlah politikus DPR yang menjadi relawan vaksin Nusantara, di antaranya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua Komisi IX Melki Laka Lena, Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh, dan beberapa anggota Komisi IX seperti Saleh Partaonan Daulay, Arzeti Bilbina, Saniatul Lativah, Sri Meliyana, dan Anas Thahir.

"Sentimen negatif ini diwarnai dugaan tentang mafia impor vaksin, walaupun belum ada bukti konkret soal itu. Keberadaan para politisi top Indonesia di RSPAD untuk uji vaksin Nusantara, bisa menjadi indikasi isu ini," katanya.

BPOM sebelumnya memutuskan bahwa vaksin Nusantara tak layak mendapatkan izin uji klinis fase II. Alasannya tak main-main, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengungkapkan vaksin itu belum memenuhi syarat pengembangan obat maupun vaksin.

Syarat yang dimaksud terdiri atas uji klinis yang baik (good clinical pratical), bukti prinsip (proof of concept), dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice). Salah satu bukti prinsip, yakni antigen yang digunakan dalam pengembangan vaksin Nusantara juga dinilai tak sesuai standar.

Terdapat pula kejanggalan, menurut BPOM, seperti perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik. Selain itu BPOM menemukan perbedaan data yang mereka terima dengan paparan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu 14 April 2021.

Keputusan BPOM membuat pihak-pihak yang mendukung pengembangan vaksin Nusantara berang. Mereka menilai lembaga itu tak mendukung terwujudnya kemandirian vaksin COVID-19 dari dalam negeri.

Saleh Partaonan Daulay mengatakan vaksin Nusantara sebagai produk dalam negeri seharusnya mendapatkan perhatian pemerintah seperti disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus mengutamakan produknya sendiri.

“Tidak ada muatan politik sedikit pun. Saya berharap kedaulatan dan kemandirian Indonesia dapat terjamin dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Saya yakin, momentum COVID-19 bisa menjadi pintu masuk,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya